Repotnya Saat PPMS Dibenturkan KEJ !

Kamsul Hasan, SH
Kamsul Hasan, SH

Catatan: Kamsul Hasan, SH, MH

Ini cerita saya sebagai ombudsman perusahaan pers, yang biasanya diajak konsultasi ketika redaksi mendapatkan surat hak jawab atau hak koreksi atau somasi.

Biasanya yang pertama saya lakukan adalah memeriksa apakah pengirimnya memiliki legal standing cukup sebagai syarat formil penyampaian hak jawab.

Bacaan Lainnya

Apabila syarat formil tidak terpenuhi saya sarankan ditolak saja, tidak perlu dilayani. Itu berarti kita siap menghadapinya baik mediasi di Dewan Pers atau ke ranah hukum.

Bila persyaratan formil terpenuhi baru lihat materiil yang dimasalahkan. Apakah benar terjadi pelanggaran dan apa yang dilanggar. Biasanya di sini terjadi perbedaan pendapat.

Ini mungkin terjadi juga pada perusahaan pers teman-teman. Pemberitaan tidak berimbang karena media Siber memanfaatkan butir 2 Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) Dewan Pers.

Pada intinya karena perusahaan pers Siber memerlukan kecepatan. Sehingga keberimbangan tidak hadir dalam satu frame pemberian seperti pada era cetak.

Namun pihak sumber yang dirugikan tetap kekeuh tidak mengakui adanya PPMS. Mereka tetap ingin Pasal 1 dan Pasal 3 KEJ diterapkan dalam pemberitaan.

Itu artinya versi online atau cetak sama saja, harus memberitakan secara berimbang dan menguji informasi. Alasannya karena KEJ masih berlaku dan belum direvisi.

Bahkan dia katakan wartawan harus memiliki dan mematuhi KEJ sesuai Pasal 7 ayat (2) UU Pers. PPMS bukan perintah undang-undang sekedar pedoman.

Ini persoalan baru pada era digital karena KEJ masih berorientasi pada media cetak yang deadline panjang. Sementara PPMS dinilai berlaku internal sebagai pedoman.

(Jakarta, 7 November 2022)

Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP Jakarta, dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014

Pos terkait