Atasi Masalah Sampah dengan Rumah Kompos dan Budidaya Maggot

Atasi Masalah Sampah dengan Rumah Kompos dan Budidaya Maggot

Kota Solok | TopSumbar – Pemerintah Kota Solok melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) selalu berupaya mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sepulang menghadiri undangan high level trip dalam organic waste project bersama delegasi Indonesia di Denmark, Kepala DLH Zulkifli, SP segera menerapkan teknologi pengolahan sampah organik, salah satunya dengan mengelola sampah organik menjadi kompos melalui Rumah Kompos milik DLH Kota Solok. Cara itu terbukti bisa mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.

Kepala DLH memerintahkan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) beserta kepala sub koordinator kegiatan untuk mendampingi Kepala Bappeda beserta jajaran memantau rumah kompos yang dikelola DLH.
“Siang ini kami bersama Kepala Bappeda akan ke lapangan untuk memantau sehubungan dengan penambahan anggaran pengolahan sampah organik,” kata Zulkifli, Kamis (8/7).

Selain mengelola sampah organik menjadi kompos di Rumah Kompos, Kepala DLH menyampaikan hasil olahan sampah dijadikan untuk budidaya maggot (belatung) sebagai percontohan kepada masyarakat Kota Solok, masyarakat dapat memilih teknis pengelolaannya.
Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang sudah ada sejak lama. Pengertian kompos adalah bahan-bahan organik yang sudah mengalami proses pelapukan karena terjadi interaksi antara mikro organisme atau bakteri pembusuk yang bekerja di dalam bahan organik tersebut.

Bacaan Lainnya

Bahan organik yang dimaksud yang dapat diubah menjadi pupuk kompos ini di antaranya sampah sisa makanan mulai dari sayur-sayuran hingga daging busuk, kertas bekas maupun tisu yang sudah tak terpakai lagi, dedaunan serta rerumputan, potongan kayu, bumbu dapur kadaluarsa, bulu hewan yang rontok, hingga kotoran hewan peliharaan.

“Rumah kompos dibangun dengan dana DAK 2021, sampah organik yang kita kumpulkan di kota diproses hampir sama dengan di Denmark, kemudian dimasukkan ke dalam tempat prosesing, dan diproses sekitar 21 hari, hasil prosesing akan dibawa ke rumah kompos, di dalam rumah kompos ada proses pembuatan kompos padat dan cair,” jelasnya.

Selain memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai bahan baku kompos, jerami dan sekam juga dapat dimanfaatkan sehingga produksi pupuk kompos untuk pertanian dapat meningkat dan mengatasi kebutuhan pupuk para petani.
Sampah daun dimasukkan ke penggilingan untuk dihancurkan. Kemudian disiram air agar lembab kondisinya lalu masuk ke fermentasi. Dalam kotak penampungan ditaburi pemacu agar daun cepat lapuk.

Setelah melalui proses fermentasi, kompos yang masih kasar akan digiling sampai halus. Hasil kompos dari Rumah Kompos dan bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan pengembangan budidaya maggot. Zulkifli menambahkan, banyak sampah rumah tangga dan sampah di pasar dibuang di TPA. Untuk mengurangi itu, Pemerinah Kota akan mengembangkan pengelolaan sampah organik ini. Mulai dari rumah kompos hingga budidaya maggot.

“Ini adalah salah satu jawaban dari permasalahan sampah rumah tangga yang kita hadapi saat ini,” katanya.

Lebih lanjut, Zulkifli mengungkapkan, selain memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai bahan baku kompos, jerami dan sekam juga dapat dimanfaatkan sehingga produksi pupuk kompos untuk pertanian dapat meningkat dan mengatasi kebutuhan pupuk para petani.
Rumah Kompos yang dibangun diharapkan mampu membantu meningkatkan produksi pertanian para petani, dari pupuk kompos cair dan padat yang dihasilkan, selain minim biaya juga merupakan solusi mengatasi permasalahan sampah utamanya sampah rumah tangga. (gra)

Pos terkait