Sebuah Usaha Penerimaan, Catatan Terhadap Novel Rumah Dua Hati

Gading yang diselamatkan oleh harimau

Tidak ada gading yang tak retak!

Tidak adil rasanya jika saya terus menyanjung-nyanjung tulisan Mbak Titi, setiap yin tentu saja ada yang. Karena terbiasa dengan cerita yang memiliki ritme cepat, pada mulanya saya sedikit kepayahan mengikuti alur yang disuguhkan Mbak titi dalam Rumah Dua Hati, kerap kali saya berhenti dan membayangkan terlebih dulu, karena meski tipis, saya sedikit kepayahan menyelesaikanya karena dialog yang disesuaikan dan narasi yang benar-benar padat dan menyatu.

Seperti di hal. 70 : kemampuannya bela dirinya ternyata tak cukup menyelamatkannya … saya tidak terbiasa dengan narasi berulang seperti itu, karena bagi saya nya terlalu banyak dalam satu kalimat adalah pemborosan, belum lagi karakter yang melekat dalam diri masing-masing tokoh.

Di hal. 76 : “Ngantuk beneran ini … sini dong yang dekat,” ujar nenek. Yang saya tafsirkan terlalu modern untuk diucapkan seorang nenek. Tapi itu hanya perspektif saja, penilaian sebagai pembaca awam. Kegelisahan-kegelisahan seperti itu yang kerap saya jumpai saat membaca Rumah Dua Hati; narasi kokoh dengan dialog yang lemah membuatnya kadang seolah runtuh sendiri.

Saya juga menemukan beberapa hal lain seperti pergantian ritme cerita yang terkesan dipaksakan dan terburu-buru.

Di hal. 17 seperti saat Sekar mengisahkan bagaimana Wira kepada pihak sekolah, langsung dipaksakan dengan mencetak narasi dengan garis miring, hal seperti itu saya merasa seperti tengah melompat ke beberapa kejadian dan terjadi ketidaksinambungan di dalam cerita, dan itu dilakukan tidak hanya sekali saja.

Namun, dengan segala komentar tidak berfaedah saya itu, semuanya dapat ditutupi dengan narasi yang mengalir lembut, yang saya rasa itu tidak akan terjadi jika penulis tidak mengasah kemampuannya untuk waktu yang lama.

Satu lagi, novel ini hadir dari tangan seorang perempuan, karena sedikit banyaknya, cerita yang hadir dari tangan lelaki dan perempuan sangat mencolok bedanya. Cerita yang hadir dari tangan seorang wanita akan jauh lebih halus dan mudah dimengerti dalam beberapa hal dan topik.

Penulis merupakan mahasiswa BSA Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Pos terkait