Sebuah Usaha Penerimaan, Catatan Terhadap Novel Rumah Dua Hati

Dari segi pengambilan spot memulai narasi, saya sangat senang ketika membaca bab-bab awal (agar tidak terkesan spoiler) yang tidak mendikte bagaimana seharusnya anak-anak kota sekolah. Sebagai anak kampung, saya merasa ikut hanyut dalam nuansa pertemanan sekolah Wira yang mendebarkan dan terkesan keras.

Saya tidak pernah kena palak saat sekolah, jujur saja, dan ternyata kehidupan anak-anak metropolitan sekejam dan sekeras itu. Apakah benar ibukota jauh lebih kejam daripada ibu tiri? Entahlah.

Yang jelas, saya dapat menyimpulkan bahwa fasilitas lengkap suatu sekolah tidak menjamin kesejahteraan peserta didik tersebut. Ini digambarkan dengan bagus, bagaimana perkelahian-perkelahian kecil bermula, dan bagaimana mereka membalaskan dendam, saya seolah benar-benar menyaksikannya.

Sang editor, Damhuri Muhammad, menyebut sandingan novel ini sebagai Daughter of Fortune (1998) yang ditulis Isabel Allende, namun saya sama sekali tidak menemukan sandingan terhadap novel Mbak Titi ini.

Saya sudah mencoba cari siapa penulis Indonesia yang memiliki narasi halus dan mendayu-dayu seperti yang coba diungkap Mbak Titi, dan akhirnya saya merasa seperti tengah menamatkan novel Burung Semak Berduri, sebuah cerita menarik tentang keluarga yang juga carut-marut dan penuh masalah.

Jujur saja, ini … sangat luar biasa, sebab saya juga merasa seperti Wira, seorang anak yang ditinggalkan, dipungut, ditinggalkan berulang kali, toh hidup yang sebajingan itu harus tetap dilanjutkan, bukan? Kita tidak ada pilihan, tidak diberi pilihan, satu-satunya pilihan adalah tetaplah hidup.

Pos terkait