Di Sijunjung, Ada Tungku yang Terbuat Dari Atap

Tungku yang Terbuat Dari Atap

TOPSUMBAR – Siapa yang tak kenal tungku, alat untuk memasak yang di gunakan oleh berbagai kalangan masyarakat, mulai dari pedesaan hingga perkotaan.

Selama ini kita mengenal ada berbagai jenis tungku, mulai dari tungku berbahan batu (batu sungai, batu batako, hingga batu bata), tungku berbahan pepohonan (batang pisang, batang kelapa), tungku berbahan baja, tungku kompor minyak tanah, hingga tungku kompor gas LPG (subsidi maupun non subsidi).

Dalam falsafah Minang di kenal pula secara luas adagium, “Tungku Tigo Sajarangan” yang berarti tiga unsur kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dari Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.

Bacaan Lainnya

Kemudian terdapat pula peribahasa, “Basilang Kayu Dalam Tungku, Disitu Api Mangko Hiduik”. Maksudnya adalah bahwa masyarakat kita sangat menghargai perbedaan pendapat demi mencapai kebaikan alias demokratis.

Selanjutnya kita juga mengenal istilah, “Cando Abu Diateh Tungku”, ini ditujukan bagi “Urang Sumando”.

Pada kesempatan ini, barangkali kita tidak akan mengurai lebih lanjut tentang bentuk-bentuk pantun, bidal, maupun sajak yang menggunakan kata tungku.

Ada satu pengalaman unik yang bisa kita jumpai pada sebuah kampung di Kabupaten Sijunjung, dimana atap rumah dimanfaatkan menjadi tungku api untuk memasak.

Datanglah ke Jorong Dusun Tinggi I, Nagari Muaro Takung, Kecamatan Kamang Baru maka kita akan melihat langsung atap genteng yang disusun rapi menjadi sebuah tungku api.

“Tungku ini dipakai saat ada hajatan atau acara saja,” ungkap Solihin, si pemilik rumah.

Solihin bersama 180 Kepala Keluarga (KK) lainnya di Jorong Dusun Tinggi I mayoritas adalah warga asal Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur yang mengikuti transmigrasi.

Rumah Solihin yang letaknya berdekatan dengan Masjid Baitur Rahman, dijadikan dapur umum untuk hidangan buka puasa bagi Tim Safari Ramadhan (TSR) XVIII Kabupaten Sijunjung 1445 Hijriyah pada hari Senin tanggal 18 Maret 2024.

“Terimakasih hidangan berbukanya, ada jus timun, ada sup ayam dan pecel lele yang enak semua,” ujar mantan Camat Kamang Baru H. Nasruddin, SE yang menjadi salah seorang anggota TSR.

Untuk menuju Jorong Dusun Tinggi I, jalan masuknya berada persis di depan Terminal Kiliran Jao, disamping Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Genteng tersebut ternyata berasal dari Rimbo Bujang, Propinsi Jambi yang dibeli seharga Rp. 2.000,- pada masanya.

“Sekarang sekitar Rp. 2.500,- lah,” Solihin melanjutkan keterangan.

Sesuai kebiasaan “Urang Awak” tungkunya tetap tiga, namun berbahan genteng, karena rumah warganya berbahan genteng.

Dibutuhkan 30 lembar genteng yang di susun rapi, bisa genteng baru dan bisa pula genteng bekas maupun genteng rusak ringan.

Akulturasi budaya yang menarik, Tungku Tigo Sajarangan, berbahan atap rumah.

(AG)

Pos terkait