UU Pers: Revisi-Jangan, Jangan-Revisi

Keterangan Foto : Kamsul Hasan (Tengah) dalam Satu Kegiatan Pembahasan UKW KKNI, di Dewan Pers. Di Sebelah Kirinya Mohammad Fauzy (Ketua Prodi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta dan Sebelah Kanannya Omar Abidin (Wakil Rektor IISIP Jakarta)
Keterangan Foto : Kamsul Hasan (Tengah) dalam Satu Kegiatan Pembahasan UKW KKNI, di Dewan Pers. Di Sebelah Kirinya Mohammad Fauzy (Ketua Prodi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta dan Sebelah Kanannya Omar Abidin (Wakil Rektor IISIP Jakarta)

Oleh: Kamsul Hasan, SH. MH

Dewan Pers pada Rabu, 23 September 2020 akan mengadakan webinar terkait 21 tahun usia UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Waktu: Pukul 13.00 – 15.00 WIB
Via : Aplikasi Zoom https://tinyurl.com/seminar21thnuupers
(Meeting ID: 826 8741 5601, Passcode: 507004)

Bacaan Lainnya

Seperti dalam pengantar undangan, Dewan Pers mengakui kalangan masyarakat pers sendiri masih pro dan kontra atas revisi UU Pers. Sementara masyarakat banyak yang meminta UU Pers direvisi, khususnya tentang syarat menjadi wartawan dan perusahaan pers.

Sekarang ini wartawan memang profesi yang sangat terbuka. Siapa pun boleh menjadi wartawan tanpa latar belakang pendidikan khusus.

Sebagaimana perintah Pasal 7 ayat (1) “Wartawan bebas memilih organisasi profesi”. Sedangkan Pasal 7 ayat (2) “Wartawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik’.

Jadi berdasarkan UU Pers tidak ada kewajiban berlatar belakang jenjang pendidikan, apalagi harus lulusan jurnalistik atau broadcast.

Melihat kekosongan itu masyarakat pers dan Dewan Pers, memutuskan perlu mereka yang menggeluti dunia jurnalistik dilakukan sertifikasi, UKW.

Namun karena UKW bukan perintah langsung UU Pers, maka terjadi lagi pro dan kontra. Hal lain yang disoal, siapa yang supervisi UKW, Dewan Pers atau BNSP?

Selain soal wartawan, persyaratan perusahaan pers juga menjadi tanya sebagian masyarakat. Pihak sekolah menjadi paling mengeluh karena sering dimintai biaya cetak dan iklan layanan masyarakat.

Pasal 9 ayat (1) mengatakan “Warga negara dan negara berhak mendirikan perusahaan pers” sedangkan Pasal 9 (2) ” Perusahaan Pers Nasional harus berbadan hukum Indonesia”.

Menangkap peluang yang diberikan Pasal 9, siapa saja bisa mendirikan perusahaan pers dan langsung membuat kartu nama sebagai pemimpin umum/pemimpin redaksi.

Terhadap keluhan ini, lagi-lagi Dewan Pers membuat peraturan verifikasi faktual. Seperti juga UKW terjadi pro dan kontra.

Apakah dua persoalan tersebut menjadi agenda refleksi 21 tahun UU Pers? Sebagai pengingat delapan tahun silam refleksi 13 tahun UU Pers juga pernah dilakukan Dewan Pers. Apakah masih seperti dulu ? Revisi – Jangan, Jangan – Revisi atau Mantap Revisi\

(Jakarta, 22 September 2020)

Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen LISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014.

Pos terkait