BPN Tanah Datar Pastikan Sertifikat Tanah Sekitar 60 Ha di Nagari Sumpur Sesuai SOP

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanah Datar, Rubito, memastikan penerbitan sejumlah sertifikat di Jorong Sudut, Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, KsbupatenTanah Datar, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).

Hal itu diungkapkannya dihadapan para pemilik kurang lebih 60 hektar tanah yang telah bersertifikat di Jorong Sudut, Nagari Sumpur, Wali Nagari, KAN, BPRN dan Tim Penyelesaian Tanah Ulayat saat berkunjung ke Kantor BPN setempat, Kamis (25/3/2021).

“Kami selalu komitmen terhadap apa yang kami kerjakan.Terkait adanya gugatan atas penerbitan sertifikat hak milik tanah dari pihak lain, kami berkewajiban melindungi produk negara sekaligus siap berjuang bahkan membuktikan apa yang kami kerjakan sudah benar sesuai SOP,” tegas Rubito kepada wartawan.

Bacaan Lainnya

Para pemilik tanah yang sudah mensertifikatkan tanahnya itu mendatangi BPN bertujuan untuk mengucapkan terima kasih pada BPN yang telah memproses sertifikat tanah mereka dan sekaligus memberikan dukungan moril pada BPN untuk tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

“Sebagai warga negara yang baik, kami telah mengikuti segala prosedur pemerintah khususnya BPN untuk mendapatkan pelayanan penerbitan sertifikat tanah kaum kami yang didasari kesepakatan bersama dalam kaum,” ungkap salah seorang pemilik tanah bersertifikat, Fahmi Malik.

Fahmi Malik yang juga mantan Wali Nagari Sumpur dua periode tersebut menerangkan, proses jual beli dengan pihak pembeli pun sudah sesuai dengan ketentuan berlaku. Tanah tersebut sejak dahulu telah dikuasainya secara turun temurun tanpa ada masalah dari pihak lain.

“Transaksi jual beli tanah pun dihadapan notaris agar tidak terjadi persoalan,” ujarnya.

Sementara perwakilan KAN Nagari Sumpur, Datuak Putiah, mengatakan, objek lahan lebih kurang 60 hektar yang disertifikatkan itu adalah benar tanah ulayat kaum Nagari Sumpur dan prosesnya juga diketahui oleh ninik mamak kaum yang bersangkutan dan disahkan oleh KAN Sumpur.

Di tanah tersebut juga terdapat objek vital Pemkab Tanah Datar, yaitu sumber air sekaligus jaringan PDAM. Keberadaan sumber air PDAM tersebut adalah berkat kerjasama PDAM dengan kaum Datuak Putiah, Ninik Mamak Nagari Sumpur.

“Kalau tidak ada izin dari KAN Sumpur belum tentu sumber PDAM ini akan ada. Pasalnya, sumber air PDAM itu ada di tanah ulayat kaum saya. Di kawasan itu juga terdapat lokasi pandam pakuburan keluarga saya dari Kaum Koto Nagari Sumpur,” ungkap Datuak Putiah.

Sementara perwakilan dari pihak pembeli yang ingin membangun Nagari Sumpur, H Yohanes mengungkapkan pembeli tanah seluas lebih kurang 60 hektar itu adalah keluarga besar Saleh Alwaini, di antaranya Notaris Aida Amir, dr. Hilwa Saleh yang mengelola rumah sakit dan Said Saleh yang pengelola perguruan tinggi dan Najibah seorang dokter gigi senior.

“Mereka membeli tanah yang sudah bersertifikat itu bertujuan untuk membangun kampung dengan cara berinvestasi,” ujar Yohanes saat diwawancarai.

Keluarga Saleh Alwaini, menurut Yohanes, merupakan perantau intelektual yang dimiliki Nagari Sumpur. Pasalnya, mereka berasal dari keluarga terhormat yang pendidikan tinggi, lulusan luar negeri sekaligus paham hukum yang berlaku.

“Sebagai pembeli yang baik, kami beritikad baik, proses jual beli atau peralihan hak kami lakukan secara legal melalui notaris. Saya tegaskan, kami membeli tanah ulayat kaum di Nagari Sumpur yang sudah jelas disertifikatkan pemiliknya atau kaumnya sendiri,” tegas Yohanes.

Yohanes sangat menyayangkan Pemkab Tanah Datar lamban menyikapi persoalan yang melanda Nagari Sumpur. Semestinya pemerintah melihat data yuridis yang ada sehingga mampu memberikan pemahaman bagi pihak-pihak atau masyarakat yang tidak paham dengan ketentuan, kebijakan, yang mengacu pada dokumen negara yang pernah ada.

“Tidak ada “kongkalingkong” dalam proses jual beli tanah. Toh kami hanya membeli tanah yang telah disertifikatkan oleh pemilik sebelumnya,” ujar Yohanes yang juga salah seorang anggota tim penyelesaian tanah ulayat Nagari Sumpur.

Sementara Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Tanah Datar, Didik Tris Ardijanto, mengungkapkan mekanisme penerbitan sebuah sertifikat, mulai dari permohonan masyarakat untuk pengurusan penerbitan sertifikat, kelengkapan administrasi, pengecekan, melakukan verifikasi, meninjau sekaligus memastikan objek yang akan disertifikatkan, melakukan pengukuran lokasi objek sekaligus mengambil data titik koordinat setiap titik tanda batas tanah yang dimohonkan sertifikat tersebut merujuk pada Peta Geo KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan), Badan Informasi Geospasial (BIG). Rujukan pemetaan yang menjadi acuan BPN, tertuang dalam sebuah sistem digitalisasi yang dikelola oleh pemerintah pusat.

“Dalam hal ini, BPN hanya sebagai user atau pengguna dari sistem digitalisasi yang diterapkan. Sementara BIG merupakan sumber informasi yang memiliki elemen untuk menunjukkan lokasi suatu objek, bentuk, serta atribut objek. Mekanisme tersebut wajib kita lakukan sebelum penerbitan sebuah sertifikat,” ungkap Didik.

Lebih lanjut Didik menjelaskan, BPN tidak akan menerbitkan sebuah produk baru ketika semua persyaratan belum dipenuhi oleh masyarakat atau pemohon penerbitan sertifikat. Mulai dari surat pernyataan kesepakatan kaum, mamak kepala waris sudah dilengkapi pihak pemohon.

Terbitnya sebuah sertifikat, tegas Didik, akan menjadi tanggung jawab BPN.

“Selama objek masih ada, itu akan menjadi tanggung jawab kami. Jika terjadi persoalan, kami akan berjuang mempertahankan produk kami sekaligus memperjuangkan hak masyarakat,” tegasnya.

(Al/Rls)

Pos terkait