TOPSUMBAR – Masjid Raya Rao-rao, yang terletak di Nagari Rao-rao, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat,
menjadi saksi bisu perpaduan tiga budaya yang menciptakan keindahan arsitektur yang memukau.
Dengan gelar masjid tertua sejak 1916, Masjid Rao-Rao memancarkan pesona yang tak terlupakan.
Keunikan Arsitektur
Masjid Rao-Rao menjadi istimewa karena memadukan gaya arsitektur dari tiga budaya yang berbeda: Melayu (Minangkabau), Eropa (Italia dan Belanda), dan Timur Tengah (Persia).
Citra khas Minangkabau tampak pada atap masjid yang membentuk tumpang empat dengan gonjong di puncak, mengarah pada empat penjuru mata angin.
Gaya Eropa memberikan sentuhan megah melalui tiang-tiang masjid yang kokoh dan desain keramik unik di lantai.
Pola lengkung yang mencolok pada bagian luar masjid membawa nuansa arsitektur Hindia Belanda.
Sementara itu, kekayaan rupa ornamen Timur Tengah (Persia) terlihat jelas pada penghiasan dinding dan pembentukan pagar teras.
Sejarah Pembangunan
Pembangunan Masjid Raya Rao-Rao dimulai pada tahun 1892 dengan pencarian lokasi yang tepat.
Proses pembangunan baru selesai pada tahun 1916, diawali dengan pembangunan tiang di dalam bangunan yang disebut Soko Guru.
Tiang ini melambangkan keempat Niniak Mamak yang ada di Nagari Rao-rao.
Meskipun pembangunan selesai pada tahun 1916, lantai masjid belum dilapisi marmer karena keterbatasan dana.
Pemuka nagari berusaha mengumpulkan dana di Malaysia dan memesan marmer tipe dua dari Italia.
Marmer tiba di Padang melalui kapal, kemudian diteruskan dengan Kereta Api menuju Piladang, dan akhirnya menggunakan pedati menuju Rao-Rao.