Wartawan Kok Bantah Wartawan

Catatan: Kamsul Hasan, SH, MH

Ayra Hasan, saya minta tolong baca pesan pada WA karena kacamata tertinggal. Ada beberapa pesan yang dibacakan.

Tiba-tiba putri saya yang baru berusia 13 tahun dan duduk pada kelas 8 (SLTP) bertanya, “Ini kok ada wartawan bantah wartawan?”

Ara, begitu biasa kami memanggil tidak asing dengan wartawan, dia kerap ikut bersama rombongan baik pada HPN atau kegiatan lain.

Saya pun minta dicarikan kacamata untuk membaca sendiri sekaligus menjawab pertanyaan wartawan bantah wartawan.

Ternyata ada yang meminta pendapat tentang sebuah artikel dan dibantah oleh tulisan dari media lain.

Intinya seorang Kades diberitakan oleh perusahaan pers, sebagai bagian dari mafia tanah. Pemberitaan ini sudah melalui proses jurnalistik.

Bahkan sebelum diberitakan Si Kades sudah pula dilakukan uji informasi dan konfirmasi namun tidak mau menjawab.

Setelah itu masih dilakukan konfirmasi ulang melalui WA, lagi-lagi tidak dijawab. Akhirnya berita itu turun tidak berimbang.

Kades Bantah Melalui Pers Lain

Setelah itu Si Kades membantah pada perusahaan pers lain. Itu yang ditanya Ayra, kok wartawan bantah wartawan lain.

Bantahan bila ingin berdampak hukum harus memenuhi prosedur Hak Jawab yaitu ;
1. Ditujukan langsung ke Penanggung Jawab Perusahaan Pers yang menulis berita bukan perusahaan pers lain.
2. Bantahan menyebutkan bagian mana yang menjadi keberatan dan berikan fakta sebagai bukti/data.
3. Tembuskan surat Hak Jawab kepada Dewan Pers.

* Apabila Hak Jawab yang diatur Pasal 5 ayat (2) Jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers tidak dilayani baru ke ranah pidana pers.

Dalam WA tersebut juga ada pertanyaan apakah pemberitaan itu bisa dilaporkan dengan UU ITE ?

Saya hanya menjawab legal standing terkait pemberitaan ini adalah orang yang merasa dirugikan bukan wartawan lain.

Membaca berita “Kades Diduga Menjadi Mafia Tanah.” Secara prosedur jurnalistik sudah benar meski tidak berimbang.

Upaya menerapkan Pasal 1 dan Pasal 3 KEJ sudah dilakukan meski tidak berhasil. Jadi pemberitaan bisa disiarkan.

Namun demikian bila Si Kades “sadar” setelah membaca berita tak berimbang mau memberikan Hak Jawab harus dilayani.

Soal penerapan pasal UU ITE pada kasus ini menurut saya tidak ada jalannya karena ;
1. Pemberitaan ini sebagai produk pers karena dilakukan oleh perusahaan pers berbadan hukum Indonesia.
2. Sudah melakukan proses jurnalistik yang sesuai KEJ.
3. Butir 2 Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) Dewan Pers bolehkah tidak berimbang asalkan sudah ada upaya konfirmasi dan uji informasi.
4. SKB Implementasi UU ITE tentang penerapan Pasal 27 ayat (3) menyatakan pemberitaan pers bukan objek pasal ini.
5. Bila dilaporkan polisi akan meminta pendapat ahli Dewan Pers.

Foto, ilustrasi ketika Ayra mendampingi di HPN Surabaya.

Jakarta, 15 Rabiul II 1445 H/30 Oktober 2023

Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers Dewan Pers, Ketua Bidang Pembelaan Wartawan/Advokasi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014

Pos terkait