Tekun Membawa Berkah; Bincang-bincang Bersama Hasbunallah Haris

Haris juga menceritakan kalau dulu awal kuliah dia sempat tinggal di mushala menjadi garin. Awal-awal kuliah hanya via zoom (karena badai pandemi) jadi lebih banyak memiliki waktu luang untuk menulis.

“Jadi awal saya nginap di hotel dan kak Hani mengenalkan dengan banyak orang-orang penting di Sumbar, kawan sekamar saya di mushala sempat mengira kalau saya ikut MLM, dan nasehatnya tentang MLM pun meluncur deras,” kenang Haris diiringi tawa.

Haris mengakui, tak mudah membagi waktu antara jam kuliah dan jam bekerja. Sebab satu tahun sejak bekerja, tak hanya mengisi kolom sastra, namun juga naik sebagai redaktur, voice over, dan sesekali terjun ke lapangan untuk mencari berita.

Bacaan Lainnya

“Banyak pengalaman baru selama jadi wartawan,” akunya. “Banyak kenal dengan orang-orang penting, masuk kantor pemerintahan tanpa penghalang, bahkan beberapa orang kenalan tersebut saat mengadakan acara ada yang mengontak langsung meminta untuk diliput lagi.”

Haris mengaku, pernah saat jam istirahat kuliah berangkat meliput dan kembali lagi untuk kuliah. Pembagian jam tidur jadi korban, sepulang kuliah harus mengerjakan tugas dan pekerjaan lainnya.

“Capek. Tapi orang tua pasti lebih capek lagi,” terangnya. “Saya kerja sambil kuliah ya untuk meringankan beban orang tua juga. Dan itu ternyata menjadi habit sampai sekarang, bagaimana membagi waktu, bagaimana membagi pikiran, dan lainnya. Kalau dari orang tua mengizinkan saya kuliah sambil bekerja, asal kuliah tetap menjadi prioritas.”

Selama bekerja, tuntutan itulah yang menjadi batu pijakan bagi laki-laki asal Solok Selatan tersebut. Ketekunan yang dijalani dan tugas-tugas yang diberikan kantor menjadi karakter bahwa yang berjuang, akan menuai. Alhasil, konsisten dengan kolom sastra di satu sisi sedang mempersiapkan jam terbang yang jauh lebih tinggi lagi ke depannya.

(*)

Pos terkait