Enam Pusakan Orang Minangkabau, Simbol Kehormatan Keluarga

Pusaka di Minangkabau Sumatera Barat (foto: Topsumbar.co.id)

Dilansir dari boyyendratamin.com, Dalam pandangan Datuk Tuah, keris ini memiliki makna keras dan kuat dari tiga perkara, yaitu kekuatan adat, kekuatan syara’ dan kekuatan undang-undang.

2. Rantai Bungo Pacik

Rantai bungo pacik ini berupa sebuah kalung atau rantai yang diyakini memiliki kekuatan untuk melindungi, biasanya diberikan kepada anak perempuan dalam keluarga sebagai simbol kehormatan dan kepercayaan terhadap kemampuan wanita dalam melindungi keluarganya.

Rantai bungo pacik ini merupakan wujud simbol perlindungan dan kehormatan bagi pemiliknya. Selain itu rantai bungo pacik ini mecerminkan nilai-nilai kewanitaan, kebijakan dan moral yang mengandung kejujuran, kesucian, dan penghargaan terhadap martabat diri sendiri dan keluarga.

Bacaan Lainnya

Pusaka ini erat kaitannya dengan pernikahan, “Bungo” menyimbolkan seorang gadis perawan, rantai bungo pacik juga ditemukan sebagai motif tenunan di songket yang menyimbolkan wanita yang memakainya untuk pandai dalam menjaga kehormatan diri hingga saat ia menikah.

Selain itu rantai bungo pacik ini juga menjadi bagian penting dari identitas budaya Minangkabau. Salah satu pusaka yang menjadi wujud warisan budaya dan tradisi masyarakat Minangkabau.

3. Rumah Gadang

Rumah gadang merupakan rumah tradisional Minangkabau yang dianggap sebagai pusaka budaya, arsitektur unik dari rumah gadang yang disebut gonjong, karena bentuk atap rumah yang runcing.

Menariknya pembuatan rumah gadang ini tidak menggunakan paku didalam pembangunannya, melainkan menggunakan pasak untuk menyambungkan bagian-bagian rumah, sehingga secara arsitektur rumah gadang ini aman terhadap gempa.

Rumah gadang merupakan perwujudan filosofi alam takambang jadi guru, yang dimana orang Minang selalu belajar dari lingkungan sekitar mereka.

Pembangunan runah gadang mengikuti tiga filosofi, yaitu ukue jo jangka, artinya mengukur menggunakan jangka, alue jo patuik yang artinya memperhatikan sesuatu sesuai dengan yang telah dipertimbangkan terlebih dahulu dan patut untuk dilakukan, dan raso jo pariso, dimana orang Minang mengandalkan rasa dan memeriksa keadaan alam sebelum membangun Rumah Gadang.

Pos terkait