Muara Ranperda Perhutanan Sosial Banyak Membuka Lapangan Kerja di Sektor Perhutanan

Topsumbar — Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perhutanan Sosial mendapatkan sejumlah referensi untuk pengayaan perlu melakukan studi banding ke Provinsi Jawa Barat, untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan hutan sosial, Selasa (06/06/2023).

“Ada beberapa hal yang akan dimasukkan dalam pasal-pasal Ranperda Perhutanan Sosial dari hasil studi banding ke Jawa Barat,” ujar ketua tim pembahas Arkadius Dt Intan Bano.

Selain pengembangan SDM, ada juga pendampingan petani pengelola hutan hingga pandangan yang bersumber dari kementerian terkait untuk aktivitas perhutanan sosial.

Bacaan Lainnya

Mengoptimalkan pengelolaan hutan sosial, dalam Ranperda tersebut juga ada melibatkan relawan-relawan atau NGO untuk membantu pengembangan yang meliputi budidaya atau peracik kopi (barista-red) hingga pemasaran nya.

“Muara nya akan lebih banyak membuka lapangan kerja pada sektor perhutanan nantinya,” katanya.

Tidak hanya melibatkan relawan dan NGO, pencegahan konflik kawasan juga akan diatur dalam muatan Ranperda tersebut, jadi muaranya pengelola hutan sosial akan mendapatkan kepastian hukum, permodalan hingga pendampingan.

“Kita berharap melalui regulasi ini akan memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat,” katanya.

Terkait studi banding ke Jawa Barat, dikatakan, didasari oleh diserahkan 38 unit perhutanan sosial oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk lima skema kewenangan pengelolaan. Ada hutan desa, kemasyarakatan, tanaman rakyat, adat dan kemitraan perhutanan.

Meski telah diserahkan oleh presiden, namun Jawa Barat belum memiliki Perda ataupun Pergub pengelolaan hutan sosial, jika berjalan lancar Sumbar menjadi provinsi pertama memiliki Perda perhutanan sosial. Pengelolaan hutan sosial Jawa Barat telah mendesak gubernur nya agar melahirkan Perda untuk kepastian hukum pengelolaan, namun secara keseluruhan konsep pengelolaan telah berjalan optimal.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar yang mendampingi tim pembahas mengatakan, meski di Jawa Barat belum memiliki Perda namun mereka telah memiliki kelompok kerja (Pokja) dan itu bisa menjadi referensi dalam ranperda yang dibahas ini.

Saat studi banding di Jawa Barat, pihaknya bersama tim pembahas berkesempatan meninjau kelompok tani hutan Giri Senang beranggotakan 150 orang dan menggarap 250 hektar hutan sosial pada perkebunan kopi.

“Karena mendapatkan pendampingan hingga pembibitan oleh pemerintah setempat, memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat. Jadi ada multiplayer efeknya karena adanya pengelolaan hutan sosial,” katanya

Dia mengatakan, mayoritas kopi yang diproduksi adalah arabika dan telah diekspor ke Dubai hingga Jepang. Jadi pengelolaan hutan sosial memberikan kesejahteraan masyarakat hingga menjaga kelestarian hutan. jadi ini cukup memberikan bahan bagi kita secara keseluruhan

Sementara Wakil Ketua tim Pembahas Ranperda Perhutanan Sosial, Muzli M. Nur memaparkan, Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat, atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan nya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Bicara di Sumbar, Perhutanan Sosial menjadi isu strategis Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sumatera Barat, yang merupakan bagian dari Isu produktivitas dan nilai tambah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. (ms/han)

 

Pos terkait