Amnasmen Dicopot Sebagai Ketua KPU Sumbar oleh DKPP, Empat Orang Anggota Juga Diberikan Sanksi

Amnasmen (foto: tribunpadang)
Amnasmen (foto: tribunpadang)

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Amnasmen dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat (KPU Sumbar). Selain itu, Amnasmen juga diberi sanksi peringatan keras.

Amnasmen dilaporkan bersama empat anggota KPU Sumbar lainnya. Mereka ialah anggota KPU Sumbar yang juga Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan, Izwaryani dan tiga anggota KPU Sumbar, yakni Yanuk Sri Mulyani, Gebril Daulai, serta Nova Indra.

Kasus ini dilaporkan bakal pasangan calon (bacalon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar perseorangan, Fakhrizal-Genius Umar. Fakhrizal-Umar merasa dirugikan atas keputusan KPU Sumbar soal formulir bukti dukungan Model BA-5.1-KWK Perseorangan.

Bacaan Lainnya

Keputusan ini diketok dalam rapat pleno enam anggota DKPP, yakni Muhammad selaku Ketua merangkap anggota; Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, Ida Budhiati, Pramono Ubaid Tantowi, dan Moch Affifuddin. Rapat digelar pada Rabu (21/10/2020) dan dibacakan dalam sidang kode etik pada Rabu (04/11/2020) kemarin.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada Teradu II Amnasmen selaku Ketua merangkap anggota KPU Provinsi Sumatera Barat terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” demikian keputusan DKPP dalam putusan salinan yang diunggah di situsnya seperti dilihat, Kamis (05/11/2020).

Sanksi serupa juga dijatuhkan kepada Izwaryani selaku Teradu I. Sementara itu, tiga anggota KPU lainnya hanya diberi sanksi peringatan. Mereka dinyatakan DKPP terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan kepada Teradu I Izwaryani selaku anggota KPU Provinsi Sumatera Barat terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” demikian putusan DKPP dilansir dari laman news.detik.com.

“Menjatuhkan sanksi peringatan kepada Teradu III Yanuk Srimulyani, Teradu IV Gebril Daulai, Teradu V Nova Indra masing-masing sebagai anggota KPU Provinsi Sumatera Barat terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” tambahnya.

Formulir tersebut wajib diisi calon pemilih atas dukungannya kepada pasangan independen. Namun banyak pendukung yang tak bersedia bertanda tangan meski sudah menyatakan mendukung. Akibatnya, banyak pendukung bacalon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS).

DKPP menyatakan KPU memiliki kewenangan membuat pedoman teknis dalam tahapan pilkada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. DKPP juga menyatakan formulir bukti dukungan Model BA-5.1-KWK Perseorangan merupakan instrumen bagi Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk verifikasi faktual dan alat kontrol KPU. Formulir ini juga berguna apabila ada pihak-pihak yang mempermasalahkan dukungan yang telah dinyatakan memenuhi syarat.

“Lampiran Model BA.5.1-KWK Perseorangan tidak berimplikasi apa pun atau tidak menyebabkan dukungan seseorang menjadi Tidak Memenuhi Syarat (TMS) apabila tidak ditandatangani atau diparaf oleh pendukung. Sehingga pernyataan Pemohon yang menyatakan pendukung yang tidak bersedia menandatangani Lampiran Model BA.5.1-KWK Perseorangan di TMS kan oleh PPS adalah pernyataan yang tidak benar adanya,” ungkap DKPP.

Namun DKPP melihat ada permasalahan etis dalam proses pembentukan dan penerapan Lampiran Model BA.5.1-KWK Perseorangan. Pada proses pembentukan, terungkap Amnasmen selaku Ketua KPU Sumbar tidak mengetahui kebijakan formulir a quo yang dilampirkan dalam regulasi dan menyatakan kebijakan tersebut tak dibahas komprehensif dalam rapat pleno.

Namun pernyataan tersebut dibantah DKPP. DKPP menyatakan Amnasmen mengetahui persoalan di lapangan terkait penggunaan formulir tersebut namun tidak mencari solusi.

“Berkenaan dengan sikap dan tindakan Teradu II, selaku Ketua KPU Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan tidak mengetahui keberadaan formulir a quo, DKPP menilai keterangan Teradu II tidak logis dan tidak dibenarkan,” kata DKPP.

“Sikap dan tindakan Teradu II menunjukkan tidak adanya pemahaman tugas dan fungsi ketua sekaligus menunjukkan lemahnya kepemimpinan dalam mengelola organisasi,” tambahnya.

Sementara itu, Izwaryani selaku Teradu I diberi sanksi pemberhentian dan peringatan keras karena punya tanggung jawab atas permasalahan tersebut. Sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan, kata DKPP, Izwaryani punya tanggung jawab etik yang lebih besar atas ketidakpastian penyelenggaraan tahapan verifikasi faktual.

“Berdasarkan uraian di atas, segala permasalahan teknis yang muncul merupakan akibat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Teradu I s.d. Teradu V bersifat kolektif-kolegial. Namun tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan merupakan tanggung jawab Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan,” ungkap DKPP.

Atas putusan ini, DKPP memerintahkan KPU melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. DKPP juga memerintahkan Bawaslu mengawasi pelaksanaan putusan ini. (Ha/Dtk)

Pos terkait