Nasi Kapau Pensiunan

Catatan: Kamsul Hasan, SH, MH

Saya beri judul Nasi Kapau Pensiunan karena harganya serba Rp 12 ribu per bungkus sudah lengkap.

Namun kenyataannya yang makan di sini bukan hanya pensiun seperti saya. Pekerja atau karyawan aktif juga ikut menjadi konsumennya.

Bacaan Lainnya

Sebungkus Nasi Kapau di sini buat saya ukuran “luar biasa” dan tidak pernah habis karena sangat banyak.

Selain nasi, sayur nangka, daun singkong dan sambal, harga Rp 12 ribu itu sudah lengkap lauk-pauk, dengan pilihan ikan, daging, ayam atau lainnya.

Jadi Rp 16 Ribu

Jarak antara rumah saya dengan para pedagang UMKM ini menurut aplikasi 0,27 Km, namun bila dijajaki sekitar 1 Km.

Siang itu, saat “jam makan” saya aplikasi yang sediakan pesan antar makanan. Pilih warung / rumah makan yang sama, ternyata harganya beda.

Sejumlah warung atau rumah makan UMKM ”terpaksa” naikan harga sekitar 20 persen untuk pengelola aplikasi.

Pantas Walikota Gibran marah dan mengancam akan buat aplikasi tandingan. Kenaikan harga jual 20 persen sangat berpengaruh pada UMKM.

Tanpa resiko seperti UMKM, dagangan tidak laku. Mereka menikmati keuntungan yang lebih besar.

Selain itu mereka masih memotong penghasilan driver dan mengenakan biaya layanan aplikasi.

Bila Gibran jadi membuat aplikasi tandingan, setidaknya fee 20 hilang, UMKM akan lebih mudah bergerak.

Pendapatan driver tidak terganggu dan biaya layanan aplikasi bisa ditekan semurah mungkin.

Ini pengalaman saya saat memesan Nasi Kapau yang biasanya Rp 12 ribu menjadi Rp 16 ribu.

Ongkir dengan alasan biar banyak yang antar jarak 0,27 Km dihargai Rp 16 ribu, kemudian diskon jadi Rp 10 ribu.

Biaya jasa aplikasi Rp 3 ribu, jumlah nominal yang harus dibayar Rp 16 ribu + Rp 10 ribu sehingga Rp 29 ribu.

Melihat angka-angka di atas saya mendukung pemerintah daerah manapun untuk memerangi ini, termasuk Walikota Surakarta, Gibran.

Sebelum akhiri, saya teringat saat pedagang UMKM diminta perangi rentenir yang memungut untung 20 persen per bulan.

Pemain aplikasi ini malah memungut 20 persen per transaksi. Apakah mereka tidak layak diperangi?

Jakarta, 2 Januari 2022

Kamsul Hasan merupakan Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014

Pos terkait