Pemerintah Hargai Kebebasan Pers, Ninik Rahayu : Dorong PKS Dewan Pers dengan Polri Bisa Jadi Perkap Kapolri

TOPSUMBAR –  Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Budi Arie Setiadi mengatakan pemerintah sangat menghargai kebebasan pers.

Menurutnya kebebasan pers merupakan elemen penting yang bertujuan meningkatkan kualitas penyampaian informasi media massa ke ruang publik.

Hal tersebut disampaikan Menkominfo Budi Arie Setiadi saat membuka Konvensi Nasional Media Massa dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024 di Candi Bentar Hall Ancol, Senin (19/2/2024).

Pada konvensi yang mengusung tema ‘Pers Mewujudkan Demokrasi Diera Digital’ ini, turut dihadiri Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, Ketua PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, serta insan pers dari seluruh Indonesia.

Dikatakannya, kebebasan pers di era digital saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan oleh faktor eksternal dan internal di kalangan pers itu sendiri.

“Saat ini teknologi digital dan kebangkitan platform daring, telah mengubah cara jurnalis memproduksi berita untuk kemudian diteruskan kepada masyarakat,” kata Budi Arie.

“Tantangan kebebasan pers diera digital adalah kemunculan media sosial yang masif, banjir informasi dan bergesernya motivasi dalam membuat media,” sambungnya.

Ia juga menyebutkan, kebebasan pers mendapat tantangan dengan terjadinya kekerasan terhadap jurnalis atau media dalam bentuk baru, seperti doxing, flyer, peretasan situs berita, dan penyebaran data pribadi di media sosial.

“Munculnya media siluman dan tidak terverifikasi, yang menggunakan platform web gratis, seperti Blogspot atau WordPress, dan regulasi pers yang belum efektif bagi media daring, juga menjadi tantangan tersendiri,” sebutnya.

“Semoga pada HPN 2024, semua pihak terkait, khususnya Pemerintah dan pemangku kebijakan pers, bersinergi sehingga menghasilkan solusi-solusi terbaik. Sebagai langkah untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut,” pungkasnya.

Senada, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan di era reformasi ini pers sangat bebas dan terbuka dibandingkan era Orde Baru.

Menurut Tito, hal itu merupakan nilai dari demokrasi, karena publik bisa turut terlibat dalam mengawasi kebijakan.

“Saat saya Kapolri, saya turut menandatangani nota kesepahaman terkait kemerdekaan pers agar permasalahan pers tidak langsung dibawa ke ranah hukum,” ujar Tito sembari mengatakan jika Dewan Pers menyatakan ada unsur pidana, baru diserahkan ke Polri.

Walaupun demikian, ujar Tito kebebasan pers harus berada dalam koridor yang tidak mengganggu keamanan nasional.

“Perusahaan pers harus melakukan kontrol di internalnya sendiri agar produk jurnalistik yang dihasilkan berkualitas. Selain itu, kontrol internal yang kuat, akan memberi kepercayaan pada pihak eksternal,” katanya.

Adapun pada tahun 2022, Dewan Pers dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam kaitan dengan penyalahgunaan profesi wartawan.

Kerja sama tersebut tertuang dalam surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022.

Tujuan utama PKS tersebut untuk meminimalkan kriminalisasi terhadap karya jurnalistik.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu dalam pemaparannya di tempat yang sama, mengatakan Dewan Pers mendorong agar perjanjian kerja sama (PKS) antara Dewan Pers dengan Polri tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum penyalahgunaan profesi wartawan bisa naik menjadi Peraturan Kapolri (Perkap).

Ia menjelaskan, ketentuan itu sudah ada sejak 2017, melalui nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani Kapolri saat itu Tito Karnavian.

“MoU ini kita tindaklanjuti menjadi PKS, lalu sekarang sedang diinisiasi mudah-mudahan bisa menjadi Perkap,” kata Ninik.

Menurutnya Dewan Pers menjunjung tinggi kebebasan pers karena menjadi bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang. Tetapi di sisi lain, kebebasan berpendapat juga menjadi ancaman terhadap keamanan nasional jika tidak memperhatikan kode etik.

Dia juga menegaskan bahwa kerja sama antara Dewan Pers dengan Polri bukan untuk memproteksi jurnalis dan perusahaan pers, melainkan memproteksi kebebasan pers.

Karena menurutnya, Dewan Pers tidak ingin Indonesia dipenuhi dengan informasi-informasi yang keliru. Maka dari itu, yang diproteksi oleh Dewan Pers adalah karya jurnalistik yang telah menempuh metode-metode jurnalistik.

“Jangan sampai kebebasan sipil dihadapkan dengan keamanan nasional,” katanya.

Ia menambahkan, terkadang ada beberapa media yang mengambil sumber informasi dari media sosial untuk dibuat menjadi sebuah berita, tanpa mengonfirmasi kepada narasumber.

“Tentunya hal tersebut melanggar kode etik jurnalistik,” tandasnya.

(AL)

Pos terkait