Budaya Minang: Pertalian Adat, dan Persahabatan Soekarno-Hatta

Budaya Minang: Pertalian Adat, dan Persahabatan Soekarno-Hatta. (Foto : Topsumbar.co.id)
Budaya Minang: Pertalian Adat, dan Persahabatan Soekarno-Hatta. (Foto : Topsumbar.co.id)

Sebagai contoh, Bung Karno dianggap sebagai “Sumando Minang” karena ia adalah menantu laki-laki di Sumatera Barat, setelah menikahi Ibu Fatmawati, seorang wanita Minangkabau. Menurut pandangan orang Minangkabau, Bung Karno juga dianggap sebagai orang Minangkabau karena ia telah memiliki pertalian adat dengan komunitas tersebut.

Hal yang sama berlaku untuk Ibu Megawati Soekarnoputri, yang memiliki pertalian darah dan pertalian adat yang erat dengan orang Minangkabau. Suaminya, Taufiq Kiemas, memiliki gelar Datuk Basa Batuah dan berasal dari suku Minangkabau asli. Karena itu, tidak ada keraguan bahwa Ibu Megawati adalah bagian integral dari komunitas Minangkabau.

Selain pertalian adat yang erat, Hasril Chaniago juga membahas pandangan politik Bung Hatta. Menurutnya, Bung Hatta memegang prinsip dasar kepemimpinan bangsa yang didasarkan pada kerakyatan dan demokrasi. Bung Hatta membagi demokrasi menjadi tiga konsep utama: Demokrasi Politik, Demokrasi Ekonomi, dan Demokrasi Sosial. Semua konsep ini merujuk pada gagasan kemandirian bangsa.

Bacaan Lainnya

Namun, Bung Hatta juga mengkritik model Demokrasi Barat, khususnya Demokrasi Kapitalis, yang memungkinkan kelompok kapitalis terkecil menguasai kehidupan banyak orang. Bung Hatta percaya bahwa jika Indonesia hanya meniru model demokrasi Barat yang didasarkan pada kapitalisme atau liberalisme, maka demokrasi kita akan dikuasai oleh pemilik modal.

Dalam konteks ekonomi, Bung Hatta tidak menentang utang, tenaga kerja, atau modal asing. Namun, ia menekankan bahwa penggunaan pinjaman dan modal asing harus dilakukan tanpa mengorbankan kedaulatan dan kemandirian nasional.

Pos terkait