Melarang Mahar Politik dan Jual Beli Suara dalam Pemilu Menyelamatkan dari Laknat Allah dan Uang Haram

Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca Top Sumbar yang berbahagia.

Marilah kita bersyukur kepada Alloh SWT dan selawat kepada Nabi Tercinta Muhammad SAW semoga kita termasuk orang yang mendapatkan syafaat dan pertolongan di saat orang tua tak dapat menolong anak dan sebaliknya, suami tak dapat menolong istri dan sebaliknya, mamak tidak bisa menolong kemenakan, atasan tidak bisa menolong bawahan, yang berpangkat dan berkuasa tidak dapat lagi memanfaatkan jabatan dan kekuasaan untuk memudahkan keinginannya.

Maka saat itu setiap manusia akan MENGEMIS SYAFAAT DARI NABI MUHAMMAD SAW, tetapi apa daya NABI SUDAH MEMPUNYAI CATATAN siapa yang akan diberi syafaat, karena PEMESANAN SYAFAAT ketika hidup di dunia BUKAN ketika hidup di ahirat.

Pada kajian ini kita akan membahas tentang MAHAR POLITIK yaitu mahar atas ijab qobul menjadi Calon Legislatif (Caleg) termasuk Mahar Calon Kepala Pemerintahan mulai dari Kepala Desa, Kepala Kecamatan, Kepada daerah Tingkat I dan Tingkat II serta Calon Presiden dan wakil presiden serta mahar calon pejabat lainnya, pentingnya ini kita bahas sebab antara PEMBERI DAN PENERIMA STATUSNYA SAMA-SAMA TERLAKANAT DISISI AllOH SWT.

MAHAR POLITIK DAN PEMBERIAN UANG DARI CALEG KEPADA PEMILIH TERMASUK SUAP DAN SOGOKAN

PETUGAS PEMILU YANG MENERIMA UANG DARI CALEG

Petugas pemilu tersebut tentu berbagai lembaga terkait seperti KPU, Bawaslu, PPK dstnya yang menyelenggarakan Pemilu, apakah ada menerima uang dari peserta kontestasi pemilu seperti dari Caleg dan partai Politik untuk tujuan memenangkan calon tertentu?

Maka ingatlah hadist Rasululah SAW bahwa uang tersebut termasuk uang RIBA/ HARAM untuk dimiliki apalagi dijadikan makan dan minuman.

“Dari Abi Humaid al-Sa’idi diberitakan kepadanya bahwa Rasulullah mempekerjakan seseorang untuk mengumpulkan zakat pada suatu daerah. Setelah kembali dari tugasnya, ia menyerahkan harta zakat yang sudah terkumpul kepada Rasulullah SAW. Ia menjelaskan bahwa ada bagian hadiah yang diberikan masyarakat kepadanya. Setelah mendengarkan, Rasulullah SAW. Rasul SAW. memberikan respons dengan mengajukan pertanyaan apakah kalau kamu duduk saja di rumah orangtuanya, kamu akan mendapatkan hadiah? Selanjutnya Rasul SAW dengan tegas menyatakan ancaman terhadap orang tersebut bahwa nanti di hari kiamat ia akan menggendong di pundaknya semua yang ia terima. Jika hadiah itu kambing, maka ia akan mengembik, jika hadiahnya sapi, maka ia akan melenguh Aku sudah sampaikan” (Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

PARA CALEG YANG MEMBERI UANG KEPADA PEMILIH AGAR DIPILIH ADALAH TERMASUK PERILAKU SUAP DAN SOGOK

Memberi calon pemilih uang agar DIPILIH maka termasuk Sogokan/suap, sedangkan jika tidak dilafadzkan akan bertambah menjadi RIYA karena memberi ada TUJUAN TERTENTU agar dipilih.

Sebagaimana hadist dari  Abdullah ibn ’Umar berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyogok (memberi suap) dan orang yang disogok (menerima sogokan) (Abu Daud, At-Turmuzi, dan Ibnu Majah).

STATUS MAHAR POLITIK DAN JUAL BELI SUARA TERMASUK GRATIFIKASI

Mahar biasanya digunakan dalam hukum Nikah/ perkawinan sebagai suatu rukun nikah, tetapi dalam hal hubungan hukum antara CALEG dengan PEMILIH bukan hubungan hukum tetapi suatu Hak dan kewajiban dalam pemilu.

Bagi caleg ketika mengajukan diri untuk dipilih diantara calon yang ada, merupakan suatu persaingan atau perebutan pemilih yang sama di suatu daerah, sebab yang akan dipilih banyak, sedangkan suara setiap orang hanya 1 suara/orang. Karena itu persaingan caleg sangat ketat di masyarakat, dan diantara ratusan Caleg bahkan ribuan yang akan terpilih hanya puluhan atau ratusan orang setiap daerah, karena itu setiap Caleg akan melakukan berbagai cara agar dipilih dan terpilih, salah satunya adalah MEMBERIKAN UANG KEPADA PARTAI ATAU KEPADA PEMILIH ATAU PETUGAS agar bagaimanapun caranya untuk mendapatkan SUARA.

Maka pemberian uang kepada pemilih atau petugas penyelenggara pemilu adalah termasuk uang sogokan atau suap, selengkapnya dalam peraturan perundnag-undangan dapat dikategorikan gratifikasi.

Pertama
ADALAH UANG SOGOKAN/ SUAP  HUKUMNYA HARAM
Menurut https://khazanah.republika.co.id,Proses demokrasi di negeri ini bukan tidak berbayar. Ongkos harus dikeluarkan baik dengan jalur formal ataupun dari bawah tangan. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat, anggaran yang dikeluarkan dalam pilkada kabupaten berkisar Rp 5 miliar-Rp 28 miliar sementara pilkada provinsi mencapai kisaran Rp 60 miliar-Rp 78 miliar.
Besaran nilai tersebut tidak sebanding dengan pendapatan resmi yang akan diterima gubernur yang akan memperoleh gaji senilai Rp 8,6 juta atau Rp 516 juta selama lima tahun menjabat.

Artinya, hal tersebut dapat memicu korupsi dan koalisi  menurut UU No 1/2015 mengatur bahwa, Partai politik atau gabungan partai politik DILARANG menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan gubernur, bupati, dan wali kota.

Untuk lebih menegaskan hukum terhadap mahar politik tersebut, Ijtima Ulama pun menyusun fatwa mengenai HUKUM PEMBERI DUKUNGAN YANG MENERIMA IMBALAN DARI ORANG YANG DIDUKUNGNYA. Bahwa Pemberinya disebut rasyi, sedangkan penerimanya disebut murtasy. Penghubung antara rasyi dan murtasyi disebut ra’isy. MUI pun memberi fatwa bahwa hukum dasar korupsi adalah haram.

JANGAN MEMILIH CALEG YANG MENGAJARI RAKYAT DENGAN DIBERI IMING-IMING SEJUMLAH UANG AGAR MEMILIH KARENA ITU ADALAH AWAL CALON PEJABAT MENUMBUHKAN BIBIT SUAP/SOGOKAN DAN GRATIFIKASI

Kedua
TERMASUK GRATIFIKASI DAN PERBUATAN PIDANA SEBAGAI CIKAL BAKAL PERILAKU KORUPSI KETIKA MENJABAT
Menurut https://antikorupsi.org/id/article/aspek-hukum-mahar-politik menyebutkan bahwa Sebenarnya kerangka hukum yang mengatur pemilihan itu telah cukup, yakni adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Kerangka hukum ini memang berada di luar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur pemilihan presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Pada Pasal 187 a, b, dan c Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota memuat dua jenis kejahatan terkait uang dalam proses pemilihan, yakni politik uang dan ”mahar politik”.

Pasal 187 a :”melarang perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk memengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu.”
Ketentuan tersebut sering disebut sebagai ”politik uang”. Praktik ini diancam pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72  bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Bukan hanya pemberi yang terkena, penerima juga terkena ancaman pidana yang sama.

Ketentuan di atas beda dengan ”mahar politik”. Ketentuan politik uang dimaksudkan agar peserta pemilu tidak membujuk, menyogok rakyat pemilih dengan iming-iming uang atau barang lainnya. Praktik ini memang banyak dilaporkan terjadi dari pemilu ke pemilu, juga setiap kali diadakan pemilihan gubernur, bupati, wali kota di sejumlah daerah.

Dengan ancaman tersebut, TIDAK BISA LAGI ANJURAN, TERIMA UANGNYA, JANGAN PILIH ORANGNYA, SEBAB PEMBERI DAN PENERIMA SAMA-SAMA TERKENA PIDANA.

KPU MELARANG CALEG UNTUK MENJANJIKAN ATAU MEMBERIKAN UANG ATAU BENDA LAINNYA SEBAGAI IMBALAN ATAS MEMILIH CALON TERTENTU TENTUNYA LARANGAN MEMBERI IMPLISIT ADA LARANGAN MENERIMA UANG DARI CALEG.

Menurut PKPU Nomor 15 tahun 2023 tentang KAMPANYE PEMILIHAN UMUM pada Pasal 75 disebutkan bahwa: ”Pelaksana Kampanye Pemilu dan/atau tim Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk: a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c. memilih Pasangan Calon tertentu; d. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau e. memilih Calon Anggota DPD tertentu.

Ketiga
ADALAH JALAN BATHIL DAN DILAKNAT ALLOH

Dengan adanya peraturan tersebut baik Alloh maupun Rasul serta pemerintah MELARANG perbuatan suap, sogokan dan gratifikasi dalam pemilu serta semua hal, sebagaimana firman Alloh SWT: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahuinya”. (surat Al-Baqarah ayat 188).

Jalan bathil itu seperti suap, sogokan, gratifikasi dan membawa URUSAN KEPADA HAKIM AGAR MEMENUHI KEHENDAKNYA MELALUI HAKIM.

Di dalam hadist dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda (yang maknanya): “Rasulullah SAW. melaknat penyuap dan yang disuap dalam hal hukum” (HR Ahmad).

Dalam hadits semakna yang diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Hakim dari Tsauban juga dinyatakan bahwa: “Rasulullah SAW. melarang orang menyogok, menerima sogok, dan menjadi perantara sogok ( tim sukses caleg).”

Dengan demikian dalam proses pemilu kepada umat islam tentu perlu MENGGUNAKAN IMAN agar jangan karena PEMILU DILAKNAT OLEH ALLOH hanya karena uang puluhan dan ratusan ribu, tetapi mari sama-sama MELARANG MAHAR POLITIK, MELARANG JUAL BELI SUARA dan jika dilarang berarti menyelematkan pemberi dan penerima dari laknat Alloh SWT dan memakan uang haram disaat proses pemilu.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 15 Desember 2023)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait