Tidak Bisa Sembarangan, Begini Filosofi Mendalam tentang Baju Adat Minangkabau

Baju adat Minangkabau (Foto: Topsumbar.co.id)

Lambak

Lambak adalah bagian dari Baju Adat Limpapeh Rumah nan Gadang, berupa sarung dari songket, Lambak dipakai dengan cara diikat di pinggang, belahannya disusun kedepan, kesamping atau kebelakang. Umumnya susunan Lambak ini bisa menggambarkan adat daerah atau asal si pemakai.

Filosofi Lambak

Lambak melambangkan kesopanan, ketertiban, dan sedap dipandang mata, yang mana perempuan Minang, merupakan seseorang yang sopan, tertip dan memakai sesuatu yang indah dipandang dan tidak menimbulkan pemikiran buruk dari orang lain.

Bundo Kanduang

Hampir sama dengan baju adat limpapeh rumah nan gadang, baju adat bundo kanduang ini juga menggambarkan peranan perempuan di Rumah Gadang, Baju ini digunakan oleh perempuan yang telah menikah.

Bacaan Lainnya

Baju Adat ini biasanya berbeda di setiap nagari atau suku, bisa dilihat dari desain baju yang berbeda, dimana letak ornamen dan pernak perniknya.

Filosofi Baju Bundo Kanduang

1.Tingkuluak

Baju Adat Bundo Kanduang ini terdiri dari tingkuluak adalah penutup kepala, menurut filosofinya, tingkuluak melambangkan atap Rumah Gadang, dimana rumah gadang adalah milik seorang perempuan, atau ibu di Minang.

2.Baju Batabue

Adalah baju yang dihiasi pernak-pernik benang emas, benang emas ini sebagai bentuk filosofi kekayaan yang dimiliki ranah Minang.

3. Minsie

Minsie merupakan sulaman yang berada diujung tangan atau leher baju, yang menggambarkan ketaatan perempuan ranah Minang terhadap batasa-batasan suku adat yang ada.

4. Lambak atau Saruang

Filosofi dari lambak atau sarung ini berupa kepandaian gadis Minang dalam meletakkan sesuatu pada tempatnya. “Jika memakan sampai habis, jika menyaruk sampai hilang”

5. Salempang

Salempang berupa kain songket yang di selempangkan di pundak perempuan, filosofi salempang ini adalah dimana perempuan harus memiliki sifat welas asih kepada anak dan cucunya, selain itu perempuan juga harus memiliki kewaspadaan di setiap kondisi.

6. Aksesoris

Aksesoris yang digunakan bersama dengan pakaian Bundo Kanduang berupa dakuah atau kalung, galang, dan cincin.

Dakuah ini memiliki motif yang dinamakan perada, kaban, daraham, cekik leher, manik pualam dan dujuk pinyaram, penggunaan aksesoris ini mengandung filosofi dimana perempuan harus mengerjakan sesuatu dengan memgang azas lingkaran
kebenaran.

Sedangkan galang atau gelang memiliki motif bernama galang bapahek, galang rago-rago, kunci malek, galang basa dan galang ula, gelang ini bermakna batasan-batasan tertentu bagi perempuan dalam melakukan aktivitas.

7. Baju Penghulu

Seperti namanya, baju penghulu ini merupakan baju kebesaran adat di Minang, yang digunakan oleh lelaki, penghulu diturunkan dari hubungan pertalian mamak kemenakan di Minang. Seorang lelaki dapat memakai baju penghulu ketika ia telah melakukan upacara batagak penghulu.

Baju Penghulu di Minangkabau (foto: Topsumbar.co.id)
Baju Penghulu di Minangkabau (foto: Topsumbar.co.id)

Setelah diangkat menjadi penghulu, baju ini tidak boleh digunakan sembarangan, dimana baju ini hanya dapat digunakan pada acara-acara adat tertentu saja.

Dilansir dari Suluah.id di Minang seorang penghulu juga dipandang sebagai pemangku adat, kerap dipanggil datuak. Dalam sebuah nagari tingkatan penghulu ini dibagi menjadi Panghulu, Malin, Manti dan Dubalang, dengan istilah Urang Ampeh Jinih (Empatorang dengan peranannya sendiri)

Filosofi Baju Penghulu

Baju penghulu ini memiliki makna yang sangat dalam, yang digambarkan melalui pakaian yang digunakan oleh penghulu atau datuak, mulai dari ujung kepala, hingga ujung kaki, baju ini sarat akan filosofi yang mendalam.

1. Destar/Deta

Destar dipasang diatas kepala, sebagai penutup kepala yang membedakan kedudukan dan daerah asal si pemakai. Destar ini menggambarkan kearifan pemikiran sang penghulu, kerutan yang ada di destar melambangkan banyaknya undang-undang adat yang mesti dipahami oleh penghulu.

Apabila destar dikembangkan maka kerutan tersebut akan melebar, yang dimaknai dengan pemahaman penghulu yang luas dan dengan pemikirannya ia mampu menyelamatkan anak kemenakan, kampung dan nagari.

Kerutan itu juga menggambarkan bahwa seorang penghulu akan memikirkan sesuatu dalam-dalam sebelum ia membuka mulut.

2. Baju Hitam

Baju penghulu berwarna hitam yang menggambarkan kepemimpinan, “Itam tahan tapo, Putiah tahan sasah“, dimana penghulu harus tahan dengan umpatan serta pujian.

Lengan baju dihiasi benang makau yang melambangkan seorang pemimpin yang mempu mengarahkan, leher baju atau lihie menggambarkan seorang penghulu yang memiliki hati lapang. Seorang penghulu harus mempunyai pendirian kuat dalam menghadapi segala persoalan dan juga bijaksana didalam memimpin.

3. Sarawa atau Celana

Celana penghulu berukuran besar di bagian kakinya, hal ini menggambarkan kepemimpinan penghulu yang mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

4. Sasampiang

Sasampiang berupa selembar kain yang dipakai oleh penghulu, berwarna merah yang menggambarkan keberanian sikap seorang penghulu. Kain ini dihiasi benang makau, yang mengandung filosofi dimana diatas keberanian harus dibarengi dengan ilmu.

5. Cawek

Cawek biasanya berbahan kain atau sutera, dengan ukuran yang telah ditentukan oleh kebijakan adat nagari setempat, Cawek ini mengandung filosofi terkait tugas penghulu yang harus sanggup “mengikat” anak kemenakannya agar tidak salah dalam menjalani kehidupan.

6. Sandang

Kain segi empat yang kemudian disandang oleh penghulu dinamakan sandang, yang menggambarkan kemaafan seorang penghulu ketika menerima kesalahan dari anak kemenakan.

7. Karih

Karih atau keris ini merupakan senjata seorang penghulu yang selalu diselipkan di pinggang, yang mana keris ini menjadi simbol bahwa penghulu harus berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak

8. Tungkek

Tungkek atau tongkat merupakan perlambangan seorang penghulu yang dituakan dan ditinggikan di kaumnya.

Itulan sekilas tentang filosofi mendalam yang disuguhkan oleh keindahan baju adat Minangkabau. Jadi baju adat Minangkabau ini tidak sembarangan dipakai atau dimodifikasi oleh seniman-seniman busana. Sebab masyarakat Sumatera Barat yang mayoritas bersuku Minangkabau akan marah jika baju adat dipermak tidak sesuai dengan yang diuraikan di tulisan di atas.

(HT/SR)

Pos terkait