Sosok Dibalik Suksesnya Pameran Instalasi Mencabik Pekik Sunyi

Siapa sangka limbah laut bisa mengasilkan karya instalasi seni rupa yang begitu mempesona. Di tangan empat orang perupa milineal Sumatera Barat potongan-potongan kayu dari limbah laut disulap menjadi karya seni bernilai tinggi. Karya instalasi Mencabik Pekik Sunyi adalah salah satu karya yang terbukti sukses menghibur masyarakat khususnya di Sumatera Barat.

Khairul Mahmud adalah sosok penggagas limbah laut menjadi nilai seni. Karena tempat tinggal yang berdekatan dengan bibir pantai, resah melihat limbah yang selalu bermunculan terus menerus apalagi setelah hujan datang, muncul lah ide mengolah limbah laut menjadi hal yang berguna.

Karya instalasi seni rupa berbahan limbah kayu inilah yang berhasil memukau pengunjung saat dipamerkan di Galery Taman Budaya, Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar pada tanggal 10 sampai 13 Desember 2020 lalu. Ada 15 karya instalasi yang dipamerkan berkolaborasi dengan pertunjukan teater Nan Tumpah bertajuk “Mencabik Pekik Sunyi” yang disutradarai Mahatma Muhammad.

Karya instalasi seni rupa yang dipamerkan didominasi oleh limbah kayu dan ada 15 karya instalasi yang dihasilkan perupa dan penata panggung oleh Khairul Mahmud, Rahmad Fernando, Febri Pratama Putra, dan Joni Mukrizal dengan mengusung tema isu ekologi lingkungan.

“Awal nya banyak orang berfikir limbah laut itu sesuatu yang tidak bisa dipakai atau didaur ulang. Hanya tangan-tangan orang kreatif lah limbah laut ini menjadi hal yang berguna dan memiliki nilai positif,” ungkap pria murah senyum yang akrab disapa Kapten Moed itu pada Topsumbar, Selasa (29/12/2020).

Limbah laut inilah yang dibawa ke pameran instalasi Mencabik Pekik Sunyi berkolaborasi dengan Komunitas Nan Tumpah membuat pameran dan pertunjukan teater. Selain itu untuk menghasilkan tema satu karya instalasi seni rupa, melibatkan satu tim untuk sharing konsep cerita. Karena setiap tema karya seni rupa yang dihasilkan memiliki cerita yang berbeda.

Persiapan pembuatan instalasi dilakukan selama tiga bulan mulai dari mengumpulkan limbah hingga ke tahapan pembentukan karya dengan memaku setiap kayu-kayu dari sampah laut hingga membentuk suatu karya. Ada yang menyerupai binatang, ada bentuk manusia, dan ada juga bentuk lainnya.

“Kayu-kayu sampah laut kita kumpulkan di tiga lokasi pantai di Kota Padang, yakni Teluk Buo, Pantai di Air Tawar dan Pantai Pasir Jambak,” katanya.

Diantara 15 karya instalasi seni rupa yang dipamerkan, satu karya instalasi berbentuk ikan paus adalah karya dari Kapten Moed. Ia menceritakan bentuk ikan paus diambil dari kayu-kayu limbah laut khusus di pantai Teluk Buo Kota Padang. Karena di Teluk Buo Kota Padang ada cerita masyarakat bahwa ikan paus lah yang menjadi kompas bagi nelayan mencari iklan.

“Setiap nelayan di Teluk Buo pergi menangkap ikan itu mendekatkan kapalnya ke ikan paus. Jika ada ikan paus dekat kapal, maka menandakan banyak ikan di lokasi tersebut. Cerita inilah yang kita angkat menjadi sebuah karya seni instalasi berbentuk ikan paus,” terang pria tamatan S1 Seni Rupa Universitas Negeri Padang itu.

Saat pertunjukan teater dimulai, konstruksi penataan panggung oleh Kapten Moed dan kawan-kawan berupa meja, kursi, tempat tidur, stager, ember dan sejumlah benda lainnya juga menarik perhatian. Dihiasi lampu dengan warna menarik menampakkan keunikan tiap karya instalasi itu.

Pameran instalasi yang digarap Kapten Moed dan kawan-kawan dikolaborasikan dengan teater Nan Tumpah juga makin diperkaya permainan tata cahaya oleh Karta Kusumah dan musik ilustrasi garapan Tenku Radja. Kolaborasi semakin lengkap dengan hadirnya permainan visual motion grafis garapan Ijul Sarimata serta dukungan visual publikasi dan dokumentasi dari Vyronium.

Selain itu, karya instalasi limbah laut dipertemukan dengan Komunitas Seni Nan Tumpah merupakan gagasan yang menjodohkan antara perupa dan sutradara. Empat orang perupa Sumatera muda Sumatera Barat ini berusaha memunculkan chaos yang seimbang dengan konsep sutradara Mahatma Muhammad.

“Berjodoh pada keselarasan dan semangat yang sama. Kita bertemu menyamakan pemikiran dan saling membuang ego demi suksesnya pameran instalasi dan teater Mencabik Pekik Sunyi ini,” tutur Kapten Moed.

Ke depannya, Rahmad Fernando juga memberikan bocoran bahwa untuk 2021 bakal diadakan beberapa gegiatan dan perupa-perupa muda ini tetap akan melakukan eksperimen-eksperimen menggunakan bahan dari limbah. selain itu juga ada beberapa program yang sedang dipersiapkan dengan komunitas lainnya.

Karya instalasi seni rupa berbahan limbah kayu ini sukses menarik perhatian masyarakat, apalagi sejak Covid-19 pameran instalasi seni rupa ini merupakan pameran perdana di Sumatera Barat yang digelar selama tiga hari dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Febri Pratama Putra salah seorang perupa muda Sumatera Barat mengajak anak-anak muda agar tidak terjebak dengan kreatifitas apalagi sejak Covid-19. Ia mengajak agar tetap kreatif dan produktif di masa pandemi Covid-19 ini.

“Gagal itu urusan nanti, yang penting kita berani dulu untuk mencoba dan terus mencoba. Ayo tunjuk kan kreatifitas kita sebagai anak muda dan ayo sama-sama berkarya,” ajaknya.

Kapten Moed yang juga merupakan leader di Ruang Fine Art Villa A bersama kawan-kawan mengajak anak-anak muda Sumatera Barat agar peduli terhadap lingkungan. “Ayo sama-sama melakukan aksi peduli mengumpulkan sampah pantai, sebab limbah pantai itu tidak akan ada habisnya jika tidak ada kesadaran dari masyarakat” ajaknya.

(Hanny)

 

 

 

 

Pos terkait