Sengketa Pemberitaan Pers dan Hak Nara Sumber

Catatan : Kamsul Hasan, SH, MH

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara sengketa pemberitaan dengan terdakwa Vicky Prasetyo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 10 Juni 2021 mengajukan sejumlah pertanyaan ;

Saudara ahli pers, “Tadi Pak Kamsul Hasan menguraikan definisi pers dan perbedaan dengan media sosial. Kenapa pers mendapatkan perlakuan istimewa ?”

JPU yang terhormat, Sebelum menjawab kenapa sengketa pemberitaan pers diistimewakan, kembali akan dijelaskan perbedaan definisi pers dan media sosial.

Definisi pers jelas dan tuntas harus sama-sama kita gunakan hukum positif di Indonesia saat ini, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut Pasal 1 angka (1) UU Pers didefinisikan, Pers adalah lembaga sosial yang melakukan kegiatan jurnalistik.

Pasal 1 angka 1 ini terkait dengan Pasal 1 angka 2 UU Pers. Lembaga yang dimaksud harus berbentuk perusahaan pers khusus.

Itu artinya perusahaan pers harus tidak boleh dicampur usaha lainnya, seperti pemborongan, suplayer dan lain sebagainya.

Kemudian Pasal 9 ayat (2) mempertegas perusahaan khusus sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2, harus berbadan hukum Indonesia.

Nama Badan Hukum Indonesia, penanggung jawab dan alamat redaksi harus diumumkan secara jelas sebagai domisili hukum sesuai Pasal 12 UU Pers.

Setelah semua dipatuhi baru disebut sebagai perusahaan pers nasional. Mereka inilah yang mendapat amanah menjalankan kemerdekaan pers sesuai Pasal 2 UU Pers.

Pers, tidak ujuk-ujuk mendapat keistimewaan. Harus ada syarat administrasi yang harus dipenuhi agar sengketa pemberitaannya diselesaikan dengan UU Pers, bukan UU yang lain.

Meski mendapat kemerdekaan, pers dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya harus tetap menegakkan tiga prinsip ;
1. Demokrasi
2. Keadilan
3. Supremasi Hukum

Apakah dalam kerja jurnalistik ada kesalahan atau kekeliruan, jawabnya ada.

Proses penyelesaiannya sesuai mekanisme yang diatur UU Pers yaitu ;
1. Hak Jawab, Pasal 5 ayat (2)
2. Hak Koreksi, Pasal 5 ayat (3)
3. Mediasi di Dewan Pers sesuai Pasal 15 dan
4. Pidana pers, sesuai Pasal 5 Jo. Pasal 18 UU Pers.

Jadi, sengketa pemberitaan pers menggunakan mekanisme UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan UU lain seperti UU ITE dll.

*Hak Nara Sumber !*

Pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sengketa pemberitaan dengan terdakwa Vicky Prasetyo antara lain, apakah nara sumber tidak boleh dipidanakan ?

PWI Pusat yang diminta menunjuk ahli pers, menugaskan Kamsul Hasan, Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat dan Ahli Pers tersertifikasi Dewan Pers, pada sidang Kamis 10 Juni 2021.

Selain bertanya soal perbedaan pers dan media sosial, JPU juga bertanya tentang nara sumber pemberitaan.

Pada umumnya nara sumber pemberitaan pers ada dua ;
1. Nara sumber terbuka yang identitas jelas pada berita
2. Nara sumber tertutup, yang identitasnya hanya diketahui redaksi.

Terhadap nara sumber tertutup sudah jelas dilindungi Pasal 4 ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Wartawan dan pers harus lindungi nara sumber tertutup sampai putusan pengadilan memerintahkan dibuka untuk kepentingan bangsa.

Membuka nara sumber tertutup wartawan berpotensi melanggar Pasal 322 KUHP tentang Hak Ingkar.

Bagaimana dengan nara sumber terbuka, apakah dia bisa dijadikan tersangka karena ucapannya dalam pemberitaan ?

Merujuk pada Seruan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2016 tentang Keberatan Terhadap Pernyataan Nara Sumber dapat disimpulkan ;
1. Nara sumber merupakan mata rantai kegiatan jurnalistik sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 UU Pers.
2. Sepanjang nara sumber tidak berbohong dan memiliki kompetensi atas subtansi pemberitaan tanggung jawab berada pada penanggung jawab perusahaan pers sesuai Pasal 12 (penjelasan) UU Pers.
3. Penyelesaian sengketa pemberitaan pers mengacu pada prosedur UU Pers.
A. Hak Jawab
B. Hak Koreksi
C. Mediasi di Dewan Pers
D. Pidana Pers, menurut Pasal 5 baik ayat (1) dan atau ayat (2) Jo. Pasal 18 ayat (1) UU Pers.

Hasil mediasi di Dewan Pers sesuai Pasal 15 UU Pers, memungkinkan berita yang dimuat dikoreksi atau take down.

Berita apa saja yang dapat dicabut pada media Siber ? Antara lain soal anak berhadapan dengan hukum dan kesusilaan.

Butir 5 Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) menjadi rujukan pencabutan berita terkait kesusilaan.

Intinya nara sumber tak dapat dipidana karena pemberitaan yang sudah melalui proses jurnalistik sesuai Pasal 12 UU Pers

(Jakarta, 11 Juni 2021)

Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014

Pos terkait