Sanksi Pidana Penyiaran Pasca UU Cipta Kerja

Catatan : Kamsul Hasan, SH, MH

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO2 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252 diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bacaan Lainnya

Pasal 16 Ayat (1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.

Pasal 16 Ayat (2) Warga negara asing dapat menjadi pengurus Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk bidang keuangan dan bidang teknik.

2. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25 ayat (1) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggara penyiaran berlangganan.

Pasal 25 ayat (2) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau media informasi lainnya.

3. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33 ayat (1) Penyelenggaraan penyiaran dapat diselenggarakan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Pasal 33 ayat (2) Lembaga penyiaran wajib membayar biaya Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan zona daerah penyelenggaraan penyiaran yang ditetapkan dengan parameter tingkat ekonomi setiap zona daerah.

Pasal 33 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah dengan cakupan wilayah siaran penyelenggaraan penyiaran dapat meliputi seluruh Indonesia.

4. Pasal 34 dihapus, berikut materi hukum yang dihapus;

(1) Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:
a. Izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;
b. Izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf masing-masing dapat diperpanjang.

(3) Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran,lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun.

(4) Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada
pihak lain.

(5) Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena :
a. tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan;
b. melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atauwilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;
c. tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpapemberitahuan kepada KPI;
d. dipindahtangankan kepada pihak lain;
e. melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau
f. melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelahadanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukumtetap.

(6) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habismasa izin dan tidak diperpanjang kembali.

5 Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55 ayat (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 ayat(21, Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24,Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 ayat (3), Pasal 36 ayat (41, Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat(l), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (3), Pasal 46 ayat (61, Pasal 46 ayat (7), Pasal 46 ayat (8), Pasal 46 ayat (91, Pasal 46 ayat (10), atau Pasal 46 ayat (11) dikenai sanksi administratif.

Pasal 55 ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu;
c. Pembatasan durasi dan waktu siaran;
d. Denda administratif;
e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
f. Tidak diberi perpanjangan Perizinan Berusaha penyelenggaraan penyiaran; dan/ atau
g. Pencabutan Perizinan Berusaha penyelenggaraan penyiaran.

Pasal 55 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

6. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 57 ayat (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 36 ayat (5), atau Pasal 36 ayat (6) yang dilakukan untuk penyiaran radio dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 57 ayat (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 36 ayat (5), atau Pasal 36 ayat (6) yang dilakukan untuk penyiaran televisi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp1O.OOO.0O0.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

7. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58 ayat (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) untuk penyiaran radio dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.OO0,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 58 ayat (2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) untuk penyiaran televisi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.0OO.00O,00 (lima milyar rupiah).

8. Di antara Pasal 60 dan Pasal 61 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 60A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 60A ayat (1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.

Pasal 60A ayat (2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

Pasal 60A ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(Jakarta, Sabtu 26 Juni 2021)

Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014

Pos terkait