Polemik Pembangunan RSUD Moh Zein Painan, Begini Kata Hendrajoni

PESISIR SELATAN, TOP SUMBAR — Banyaknya pembicaraan tentang mangkraknya proyek pembangunan RSUD Moh Zein Painan, bukan disebabkan persoalan politis, tapi ini murni hanya disebabkan persolaan teknis konstruksi.

“Saya tidak mungkin bisa melanjutkan proyek pembangunan yang terbengkalai itu sebelum ada kejelasannya secara teknis, layak atau tidak untuk dilanjutkan,” kata Hendrajoni saat ditanya.

Menurut Hendrajoni, apabila dia memaksakan diri untuk melanjutkan, resiko hukum yang akan dia tanggung pastilah ada, begitu juga terkait kwalitas bangunan RSUD tersebut sangat fatal yang akan terjadi.

“Saat ini tiang-tiang beton RSUD yang terletak di puncak Bukit Taranak itu sudah banyak yang patah. Jika diteruskan bangunan bahaya cukup besar dihadang,” ungkapnya lagi.

Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni mengapresiasi keinginan Wagub Sumbar Nasrul Abit yang mengharapkan DPRD Pesisir Selatan untuk menggelar sidang terbuka menjelaskan fakta pembangunan RSUD Dr Moh Zein yang dinilai oleh Mantan Bupati Pesisir Selatan dua periode ini telah menjadi polemik.

Sebagaimana diketahui proyek pembangunan RSUD Dr Moh Zain ini telah dimulai pembangunan pada tahun 2015 saat Bupati Pesisir Selatan dijabat Nasrul Abit. Namun pada 2017 saat Bupati Hendrajoni menjabat, kegiatan proyek tersebut dihentikan sementara.

Sebab, sesuai dengan anilasa pakar kontruksi dari UI, pembangunan proyek RSUD tersebut tidak sesuai dengan aturan, kondisi tekstur lahan lokasi pembangunan sangat labil terhadap longsor.

Mestinya, kata pakar UI sebelum diatas lahan itu dibangun, tekstur lokasi puncak bukit itu terlebih dahulu harus distabilkan.

Disamping itu, proyek pembangunan RSUD ini juga tidak memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), ini menambah daftar bagi Hendrajoni untuk menghentikan proyek tersebut.

Luas bangunan RSUD tersebut semula direncanakan 9998 Meter, dengan luas segitu Pemda Pesisir Selatan dapat mengajukan dana PIP (Pinjaman Investasi Pusat)

Setelah proyek dikerjakan oleh pemenang tender PT Waskita karya, bangunan itu menjadi 12 ribu meter bujur sangkar itu.

Disitu terjadi kejanggalan, kenapa usulan 9998 Meter bisa jadi 12000 Meter?

Saya tidak bisa menduga-duga, kata Hendrajoni karena pihak BPKP telah menemukan kejanggalan proyek yang dibiayai dengan dana PIP (Pinjaman Investasi Pusat) ini.

Kejanggalan itu adalah terkait dengan luas bangunan 12.000 Meter, padahal sebelumnya direncanakan hanya 9998 Meter. Secara hitungan matematika, kata Hendrajoni, kita beruntung proyek yang direncanakan 9998 Meter menjadi 12.000 Meter.

Logika seperti itu sangat bertentangan dengan aturan yang ada. Jika proyek itu luasnya lebih dari 10.000 Meter Pemda harus lebih dahulu melengkapi dengan Amdal sebelum proyek itu mulai dikerjakan.

Lalu kenapa bangunan RSUD tersebut direncanakan luasnya 9998? Dan kenapa tidak langsung di rencanakan 12.000 Meter?

Ini salah satu upaya untuk memperoleh bantuan PIP, salah satu syaratnya luas bangunan harus dibawah 10.000,- meter. Jika lebih dari 9.999 M tidak bisa memanfaat dana PIP dan prosesnya pun harus melewati Mendagri.

Dengan perencanaan awal seluas 9998 meter tersebut, Pemda Pesisir Selatan memperoleh dana PIP Rp100 M. Dan oleh sebab itu juga waktu itu tidak diperlukan Amdal.

Namun, karena bangunannya melebihi dari perencanaan awal, maka Amdal menjadi mutlak harus dimiliki sebelum proyek itu dikerjakan, apalagi proyek ini bukan bangunan perkantoran, tetapi adalah Rumah Sakit yang pastinya Amdalnya menjadi urgent untuk dilengkapi.

“Kan bahaya kalau sebuah rumah rumah sakit tidak memiliki amdal,” kata hendrajoni.

Jadi kalau pak Wagub meminta diadakan sidang terbuka, sah sah saja, tapi urgensi tidak begitu penting karena terbengkalai pembangunan RSUD Moh Zain itu bukan masalah politis.

Lanjutnya statemen Wagub Nasrul Abit seperti tang diberitakan beberapa media meminta DPRD Pesisir Selatan untuk menggelar sidang terbuka, dinilai oleh Hendrajoni sebagai upaya cuci tangan.

Soalnya alasan untuk menempatkan bangunan di Puncak Bukit Kabun Taranak itu, untuk menghindari tsunami, menurut Hendrajoni sebagai upaya pembenaran dan jelas tidak logis.

“Begitu besar perhatian beliau (pak Wagub NA) terhadap bahaya tsunami yang akan mengancam, sangat luar biasa itu, tapi bagaimana nasib ribuan rumah yang berada didepan rumah sakit? Artinya jika ada tsunami, tentu yang bakal duluan diterjang adalah rumah rumah serta bangunan perkantoran yang ada mulai dari pantai sampai kedepan rumah sakit yang sekarang ini, apakah logis alasan tsunami itu. Saya kira tidak. Sebab coba perhatikan, banyak bangunan pemerintah yang lokasinya tak jauh dari pantai.

“Saya menghentikan proyek tersebut, semata hanya persolan teknis yang jika diteruskan berujung pada persoalan hukum. Saya tak mau itu, jadi itu bukan persoalan politis, ” tegas Hendrajoni mengakhiri. (RD)

Pos terkait