Marhaban ya Ramadhan 1443 Hijriyah, Larangan Berpuasa di hari yang diragukan

Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

Kajian Jumat Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca Topsumbar yang setia, dengan keimanan dan senantiasa merindukan kebenaran senantiasa tersampaikan ketika ada yang menggantinya dengan kesalahan dan menyembunyikan dibalik penampilan dan jabatan serta kepopuleran.

Bacaan Lainnya

Mengawali romadhan 1443 H ini tentunya kita masih dihadapkan kepada problem perbedaan memulai puasa romadhan demikian juga berhari raya, sampai kapan?

Tentunya perlu bagi umat islam bersama-sama untuk merumuskan suatu hal yang menyangkut kemaslahatan umat ini. jangan terus menerus memelihara perbedaan, yang berakibat umat kebingungan dan yang membuat perbedaan seakan akan merasa benar.

Namun suatu kebenaran akan diterima oleh banyak orang jika menggunakan iman dan taqwa, bukan semata MENGEDAPANKAN KEPINTARAN DAN KEILMUAN APALAGI GELAR AKADEMIS.

Ada suatu keadaan yang akan terjadi jika suasana perbedaan awal romadhan tidak dirumuskan persamaannya, yaitu umat akan BERPUASA DI HARI YANG DIRAGUKAN. Sebagaimana disebut dalam hadist: “Berpuasalah ketika melihat (bulan sabit) dan berbukalah ketika melihat (bulan sabit Syawal). Kalau tidak jelas, maka sempurnakan bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhari).

Hadist ini merupakan penjelas jika bulan tidak terlihat maka hindari puasa esok hari karena itulah hari yang diragukan.

KAPAN MEMULAI PUASA ROMADHAN?

Dikutip dari https://www.tribunnews.com, Menurut Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu, 2 April 2022,

Dengan awal puasa Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu, 2 April 2022, maka salat tarawih perdana akan dilaksanakan pada Jumat, 1 April 2022 malam.

Meskipun demikian, sebagai orang beriman, tentu akan meyakini dengan iman dan ilmu masing-masing,kapan memulai puasa romadhan?

Ada yang berkata” KITA TUNGGU PENGUMUMAN PEMERINTAH” ada juga yang mengikuti “FATWA DAN PENDAPAT ALIRAN DAN ORGANISASI YANG DIIKUTI” bahkan ada yang “KHUSUS DENGAN IMAM DAN JEMAAH TERTENTU”.

Semuanya tentu jika sama-sama orang beriman akan mempunyai pedoman yang sama yaitu” ALQURAN DAN HADIST” tetapi kenapa beda-beda? Perbedaan ini tidak lain disebabkan karena” PERBEDAAN KEIMANAN, DAN KEILMUAN DALAM MENYIKAPI ALQURAN DAN HADIST”.

PUASA ROMADHAN KETIKA MELIHAT HILAL ROMADHAN, JIKA BULAN TERTUTUP AWAN,MAKA CUKUPKAN BILANGAN SYA’BAN 30 HARI.

Maka memulai puasa romadhan apabila telah melihat dan menyaksikan bulan romadhan, sebagaimana firman Alloh SWT pada surat Al Baqarah ayat 185, Artinya: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut”.

Sebagaimana disebut dalam hadist:
Apabila kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) maka puasalah dan apabila kalian melihat hilal (bulal Syawal) maka berbukalah (lebaran), dan apabila tertutup awan (mendung) maka berpuasalah 30 hari.” (HR. Muslim).

Sebagaimana pada awal islam Rasulullah SAW bersabda:

Dari Sa’id bin ‘Amru bahwa dia mendengar Ibnu’Umar ra. dari Nabi SAW bersabda: Kita ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilan dan sekali berikutnya tiga puluh hari.” (HR. al-Bukhari).

PERINTAH WAJIB PUASA HANYA UNTUK ORANG BERIMAN UNTUK DIKADER MENJADI ORANG TAQWA.

Orang yang diperintahkan berpuasa adalah orang beriman, yaitu orang yang meyakini Aloh SWT adalah tuhan dan segala ibadah dilakukan karena Alloh swt semata,bukan karena makhluk atau benda tertentu.

Kewajiban berpuasa ada pada surat Albaqarah 183 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqkwa. (QS. Al Baqarah: 183).

Siapa orang bertaqwa? Adalah sebagaimana firman Alloh SWT: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling taqwa diantarakamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13).

Ternyata orang taqwa itu adalah ORANG MULIA DAN DICINTAI OLEH ALLOH SWT.
Pada hadist dari Abu Hurairah, ia berkata,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar imanan wahtisaban dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Salah satu cirri diberi taqwa adalah DIAMPUNI DOSA-DOSA SEBELUM ROMADHAN.

Tentu tidak mudah meraih taqwa di bulan romadhan, karena rasulullah SAW bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya tersebut, kecuali hanya rasa lapar dan dahaga saja.” (Hadis riwayat Ath-Thabrani).

Maka jangan sampai berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, yaitu puasa yang tidak menjaga hal-hal yang dilarang saat berpuasa.

PENGERTIAN IMANAN WAHTISABAN

Berpuasa dengan imanan wahtisaban adalah melaksanakan puasa hanya karena Alloh SWT dan atas perintah Alloh SWT, ketika berpuasa atas perintah orangtua, atas perintah guru/ ustad bagi pelajar itu merupakan latihan berpuasa untuk menguatkan iman, tetapi jika orang dewasa berpuasa tentu atas dasar IMANAN WAHTISABAN, agar memperoleh taqwa, jika bukan karena iman dan wahtisaban, maka tidak mendapatkan taqwa melainkan hanya HAUS DAN LAPAR.

Sebagai contoh Orang beriman yang memiliki wahtisaban adalah seperti pada surat Al Baqarah ayat 265:
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat“.

Sikap yang ada pada ayat ini adalah “keimanan” yang meyakini puasa di bulan Ramadhan adalah perintah Allah yang wajib untuk ditunaikan.

LARANGAN STAR PUASA ROMADHAN SATU ATAU DUA HARI DIBULAN SYA’BAN SEBAGAI HARI YANG DIRAGUKAN

Ada orang yang karena semangat dan ingin mendapatkan yang terbaik, memulai puasa beberapa hari sebelum romadhan, hal ini bukan menjadi suatu kebaikan tetapi suatu yang dilarang, karena rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abu Hurairah ra berkata; bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu sekalian mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka biarlah ia berpuasa hari itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadist lain dikatakan Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW. beliau bersabda: Janganlah kalian mendahului puasa Ramadhan satu hari atau dua hari, kecuali puasa yang biasa dilakukan oleh seseorang, maka silahkan ia melakukan puasa tersebut.” (HR. Abu Dawud).

Larangan berpuasa mendahului romadhan adalah pada HARI-HARI YANG DIRAGUKAN, apakah sudah masuk romadhan atau belum? Maka berpuasa di hari yang diragukan temrasuk larangan Alloh SWT:

“Dari Ammar bin Yasir ra berkata; bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa berpuasa pada hari syak (yang meragukan), maka dia telah melakukan maksiat kepada Abul Qashim (Muhammad) SAW.” (HR. At-Tirmidzi).

Dari Abu Ishaq, dari Shilah, ia berkata; kami pernah berada bersama ‘Ammar pada hari yang diragukan, kemudian ia membawa seekor kambing dan sebagian orang menyingkir. Kemudian ‘Ammar berkata; barangsiapa yang berpuasa pada hari ini maka sungguh ia telah durhaka kepada Abu al–Qasim (Nabi Muhammad Saw).” (HR. Abu Dawud).

Dari dua hadist ini jelas, berpuasa beberapa hari mendahului romadhan adalah suatu kemaksiatan terhadap ajaran Rasulullah saw, karena itu suatu hal yang dilarang, berpuasa di hari yang diragukan, maka tinggalkanlah.

SALING PERCAYA KEPADA SESAMA ORANG BERIMAN DALAM MELIHAT HILAL ROMADHAN, JANGAN UJI KEPINTARAN DAN KEKUASAAN.

Ketika salah seorang dari orang beriman berkabar, bahwa dia melihat hilal romadhan, maka wajib untuk dipercaayai, sebagaimana rasulullah SAW mempercayai umatnya.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.”(HR. Abu Daud).

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya’ban menjadi 30 hari,” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hari hari yang diperselisihkan adalah hari hari yang dilarang untuk berpuasa, maka jalan keluarnya, tunggulah kepastian apakah ada yang melihat hilal bulan romadhan pada tanggal 29 sya’ban, jika tidak meka cukupkanlah sya’ban 30 hari.

Tetapi apabila berkeyakinan telah memperhitungkan bulan sebelum tanggal 29 sya”ban, dengan keilmuan dan keimanan, maka tidak mutlak untuk yakin memulai berpuasa, tetapi tetap menunggu terlihat dan tidak terlihatnya bulan, pada waktu itulah ditentukan keyakinan untuk memulai puasa romadhan.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 01 April 2022)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait