Konten Kreator, Berita Bohong dan Penjara

Kiri, Irmanto (Dosen Universitas Al Azhar, Penanggung Jawab Koin24.co.id), Kamsul Hasan, Iqbal Irsyad (Penanggung Jawab VOI.id), Berman Nainggolan (Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Jaya) Pada Rehat Pelatihan Jurnalistik untuk Media Kampus di Bogor
Kiri, Irmanto (Dosen Universitas Al Azhar, Penanggung Jawab Koin24.co.id), Kamsul Hasan, Iqbal Irsyad (Penanggung Jawab VOI.id), Berman Nainggolan (Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Jaya) Pada Rehat Pelatihan Jurnalistik untuk Media Kampus di Bogor

Catatan : Kamsul Hasan, SH, MH

Siapa sebenarnya konten kreator itu ? Apakah dia bisa disebut sebagai wartawan ?

Diskusi tentang ini sering kita lakukan, termasuk dalam kelas pelatihan jurnalistik.

Bacaan Lainnya

Pertanyaan itu membuahkan pertanyaan balik, “Apakah konten kreator lakukan kegiatan jurnalistik ?”

Bila melakukan kegiatan jurnalistik, outputnya disiarkan dimana, apakah medianya berbadan hukum pers Indonesia ?

Konten kreator yang melakukan kegiatan jurnalistik dan produknya disiarkan perusahaan pers berbadan hukum Indonesia dapat disebut wartawan.

Namun, bila dia hanya melakukan kegiatan jurnalistik tetapi produknya tidak dipublikasikan perusahaan pers Indonesia, jelas bukan wartawan.

Wartawan yang kontennya tidak akurat bahkan masuk kategori berita bohong, penyelesaian dilakukan dengan cara Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Berbeda dengan konten kreator yang tidak berstatus wartawan, penyelesaian permasalahan gunakan hukum di luar UU Pers.

Hal ini terjadi pada konten kreator atau youtuber di Indramayu. Keduanya berurusan dengan polisi menggunakan hukum di luar UU Pers.

https://www.tribunnews.com/regional/2021/04/01/fakta-fakta-penangkapan-2-youtuber-sebarkan-hoaks-korban-kilang-balongan-kini-terancam-bui-6-tahun

Persoalan lain yang dapat membuat konten kreator masuk ranah pidana adalah, tidak diakui produknya sebagai karya jurnalistik oleh penanggung jawab.

Jadi, persyaratan Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat 2 UU Pers sudah terpenuhi.

Namun penanggung jawab yang seharusnya bertanggung jawab sesuai Pasal 12 UU Pers mengalihkan tanggung jawabnya melalui disclaimer.

Itu sebabnya dalam berbagai pelatihan jurnalistik kalangan media kampus selalu diingatkan agar berhati-hati menjadi konten kreator.

“Jangan mengisi konten pada perusahaan pers yang memberitakan disclaimer, opini buatan user menjadi tanggung jawab penulis,” tegas Kamsul Hasan.

Perusahaan pers yang menerapkan disclaimer selain melanggar peraturan Dewan Pers juga menimbulkan persoalan baru.

Mereka menikmati traffic dan menghasilkan uang dari konten yang dibuat konten kreator tetapi melepas tanggung jawab hukum.

Semoga Dewan Pers dapat lebih tegas !

 

(Jakarta, 5 April 2021)

Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014

Pos terkait