Idrus: Bicara Sambil Menutup Mulut

Hai Topers. Gimana kabarnya hari ini? Semoga sehat dan bahagia selalu ya, amin.

Pada 21 September 1921 di Kota Padang lahirlah seorang anak yang sangat menawan. Dia dibesarkan oleh cerita-cerita menarik dari ayah bundanya dan hidup dalam kungkungan adat dan budaya yang sangat ketat. Siapa dia? Yuk kita bertualang bersama kakek Tambo. Let’s go!

Siang ini sahabat budaya berkunjung ke rumah Kakek Tambo, beliau sedang memerhatikan potret seorang laki-laki berambut pendek yang digantung di dinding ruang tamu.”Halo kakek tambo, apa sih yang kakek lihat di dinding itu?”

Bacaan Lainnya

“Oh ini adalah seorang sastrawan Minangkabau yang sangat terkenal. Dia digadang-gadang sebagai tokoh pembaharuan prosa di Indonesia ini. Kamu tahu dia siapa?”

Aduuh, siapa ya dia, biar kakek tambo saja deh yang menjelaskannya.

“Namanya Idrus, seorang laki-laki asal Padang yang telah banyak menyumbangkan karya-karya sastranya, bukunya yang paling masyhur adalah Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma yang benar-benar membuat siapa saja berpikir Oh, beginilah cara berpikir orang-orang zaman dahulu, oh beginilah sikap dan tindakan orang zaman dahulu jika merasa iri dan benci.”

“Beliau orang Minangkabau ya, Kek? Apakah ada karya-karya lainnya, kek?”

“Ada, kita akan membahas salah satu bukunya yang berjudul Aki. Bukunya sangat tipis sekali dan sangat mudah untuk dipahami. Namun dibalik itu, menurut adatnya orang Minangkabau jika menulis buku sastra selalu menyematkan pesan-pesan rahasianya lewat gaya tutur yang mengalir dan indah, sehingga jika dibaca sepintas lalu saja tidak akan diketahui di mana letaknya.

“Buku itu terbit di tahun 1949, menceritakan seorang lelaki yang bernama Aki yang menurutnya, dia tahu kapan dia akan mati. Buku ini sedikit jatuh kepada gaya bahasa sinisme dan sarkas, itukah ciri khas dari seorang Idrus. Dia menulis dengan sangat apik;

“Tuhan sudah mati
Sekarang Aki jadi Tuhan
Tapi Aki juga akan mati
Jadi semua tidak kekal
Tuhan tidak, Aki tidak, Aku tidak.”

“Waw … kedengarannya sangat menentang sekali, Kek.”

“Benar, itulah Idrus, dia bicara sambil menutup mulutnya. Mengajarkan pada kita bahwa sekuat apapun manusia, takdir Tuhan jauh lebih kuat. Ada semacam anekdot yang layak untuk ditertawakan dalam bukunya ini, ketika Aki duduk di dipannya setelah mengumumkan kematian. Orang-orang mengira dia adalah hantu yang bangkit dari kematian.”

“Sangat luar biasa sekali, Kek. Tapi bagaimana dengan kehidupan pribadi beliau, Kek?”

“Dia pernah sekolah di HIS, MULO, AMS, dan Sekolah Menengah Tinggi (tamat 1943). Ia meraih gelar Master of Arts dari Universitas Monash, Australia (1974) Semasa bekerja, selain menulis dia juga jadi redaktur di Balai Pustaka (1943-1949), kepala bagian pendidikan GIA (1950-1952), dan dosen Universitas Monash (1965-1979).”

“Dosen di Australia, Kek?”

“Benar, sangat hebat sekali, bukan? Kita bisa menjelajah dunia dengan kepandaian menulis, dan lewat Aki, kita bisa belajar bahwa yang tidak akan mati adalah karya kita sendiri. Berkaryalah selagi masih hidup, itulah yang diajarkannya.”

Wah, Topers. Penjelasan kakek Tambo sangat menginspirasi sekali ya. Kakek lalu mengambil pigura tersebut dan mendekapnya erat-erat.

(Haris)

Pos terkait