Gunakan Rasa dan Analisa dalam Menentukan Pilihan di Pilkada

Gunakan Rasa dan Analisa dalam Menentukan Pilihan di Pilkada

Oleh : Am Charlen

Kita mungkin saja bisa menutup mata akan sesuatu hal yang tidak ingin kita lihat. Namun, kita pun tidak pula akan mungkin bisa menutup hati untuk sesuatu yang sebenarnya tidak pula ingin kita rasakan. Fakta ini acapkali kita dihadapkan manakala genderang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah ditabuh.

Bacaan Lainnya

Jujur diakui memilih kepala daerah tentu tak bisa disamakan dengan memilih anggota legislatif (DPR-red). Karena kapala daerah tak ubahnya bagai nahkoda yang menjadi juru kendali kapal dalam “perjalanan garang” yang panjang. Setidaknya butuh waktu lima (5) tahun beradaptasi dengan gelombang dan badai. Artinya, seumpama mempercayakan kapal pada nahkoda yang tak handal, alamat kapal akan binasa.

Oleh karena itu, masyarakat tentunya haruslah dinamis dan selektif dalam menentukan kecenderungannya dalam memilih pemimpin, melalui diskusi dan bedah calon. Mana sosok yang mungkin bisa dipercaya menerima amanah untuk daerahnya lebih baik.

Sebab, memilih pemimpin itu adalah memilih kepribadian calon dan “track recordnya”. Jika ada satu saja cacat moralnya, tentu tidak dipilih, apalagi jika calon tersebut angkuh dan sombong. Karena pemimpin di Minangkabau itu adalah yang tumbuh dari akar budaya. “Tau ereang jo gendeang, bukannyo sakalamak paruiknyo sajo“.

Untuk itu, penonjolan tentang harta dan kekayaan calon tidak akan berpengaruh banyak. Malah akan dibaca sebagai ada niat tertentu.

Sesuai kultur budaya Minangkabau, seorang pemimpin haruslah mampu menjadi “Sitawa sidingin” penyejuk jiwa jika terjadi perselisihan silang sengketa antar warganya, bukan malah calon pemimpin itu sendiri yang bikin suasana menjadi gaduh.

Apalagi jika pemimpin itu berkepribadian angkuh, tentulah akan semakin tidak cocok dengan simboyan adat Minangkabau. Dimana sosok pemimpin itu kalau “Tagang baleo-leo, kandua badatiek-datiek“. Intinya, pemimpin itu harus bisa menjadi pengayom bagi masyarakatnya.

Untuk itu, mumpung masih ada waktu, sebelum hari Pilkada itu tiba, ada baiknya masyarakat benar-benar “Mainok manuangkan” kepada siapa suara akan diberikan, jangan hanya sekedar berdasar kedekatan belaka. Untuk itu gunakanlah indra sebagai anugerah tuhan, yaitu mata dan rasa.

Semoga benar-benar terpilih kepala daerah yang benar membawa kemajuan bagi masyarakat dan daerahnya. ***

Pos terkait