DI BALIK KEPUTUSAN

ilustrasi gambar seni mengambil keputusan oleh experd.
ilustrasi gambar seni mengambil keputusan oleh experd.

Oleh: Fatia Fatimah

Apa guna matematika Ma?

Pertanyaan anak Sekolah Dasar berumur 11 tahun kepada mamanya. Pertanyaan yang terlontar bukan karena dia mengalah pada matematika tetapi karena melihat mamanya masih bergelut dengan rumus-rumus matematika di layar laptop meski malam telah larut. Pertanyaan lugu, namun kritis.

Setiap manusia selalu menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Baik hitungan sederhana maupun kompleks. Entah dilakukan begitu saja yakni secara alamiah atau menyengaja dengan teori-teori mendalam yang bersifat ilmiah. Namun yang akan dibahas pada tulisan ini bukanlah rumus-rumus matematika yang bagi sebagian orang dianggap momok dan menjadi mimpi buruk. Hanya ulasan singkat sesederhana pertanyaan di awal tulisan.

Matematika merupakan alat untuk penyelesaian masalah baik untuk kasus yang pasti maupun tidak pasti. Keberhasilan matematika dalam menyelesaikan masalah bergantung pada banyak faktor pendukung, Seperti kemampuan kita mendefinisikan masalah terlebih dahulu. Jika gagal mendefinisikan suatu masalah maka penanganannya akan berbeda. Laksana dokter yang salah diagnosis sehingga berakibat salah memberikan resep. Selanjutnya kita diperbolehkan atau malah dianjurkan untuk berasumsi. Sebuah praduga atau analisis sederhana berdasarkan pengetahuan yang kita punyai saat ini. Asumsi bukanlah sebuah kebenaran yang harus dibela mati-matian kebenarannya. Namanya juga asumsi, maka perlu pembuktian. Di sisi lain, situasi pengambilan keputusan perlu digali serta diberi penjelasan termasuk jujur menyatakan keterbatasan alat atau metode yang sedang digunakan.

Semua penjelasan di atas bermuara pada pengambilan keputusan. Sehingga pengambilan keputusan terkadang tidak sesederhana yang terlihat. Ada kondisi atau latar belakang persoalan, alternatif pilihan, serta alat ukur untuk memilih satu atau beberapa alternatif sesuai kebutuhan. Hingga pada akhirnya mengikrarkan pilihan. Di saat bersamaan ketika keputusan telah diambil, maka dampak atas pilihan merupakan konsekuensi yang perlu diterima secara utuh. Apapun itu. Baik secara sosial, ekonomis bahkan psikologis.

Karenanya pengambilan keputusan merupakan ilmu yang merentas beberapa bidang keilmuan.  Seperti halnya berbicara atau mengeluarkan pernyataan di muka forum. Ini pun merupakan sebuah bentuk keputusan yakni pilihan bersikap. Perkataan yang terlontar merupakan pilihan. Jika sebagai pimpinan maka perkataan dapat menjadi titah atau keputusan. Sehingga diperlukan kehati-hatian agar pilihan yang diambil tidak menghakimi tanpa keadilan atau membunuh karakter seseorang.

Berbicara tentang mematikan karakter. Ketika seseorang memiliki potensi untuk beberapa hal kebaikan sebaiknya perlu pertimbangan dan pemikiran yang lebih luas untuk tidak mengkritiknya di depan umum atas kesalahan kecil yang tidak berakibat fatal apalagi tidak berdampak pada keburukan yang masif. Karena itu akan mematikan secara perlahan potensi yang dimiliki. Jika kritik memang harus disampaikan untuk kasus yang sama maka diutarakan ke semua lini tidak memandang atasan maupun bawahan. Hal ini agar kritik tetap berbasis keadilan. Namun ada baiknya sebelum memutuskan, dapat menjadi pertimbangan kalimat Dale Carnegie dalam bukunya berjudul How to Win Friends & Influence People berikut ini “When dealing with people, let us remember we are not dealing with creatures of logic. We are dealing with creatures of emotion, creatures bristling with prejudices and motivated by pride and vanity”.

Jawaban atas pertanyaan di awal tulisan ini adalah karena di balik setiap keputusan apapun selalu ada alur matematika yang dipakai. Karenanya matematika bukan hanya tentang angka namun juga kata dan rasa.

Penulis merupakan Dosen Matematika Universitas Terbuka Padang

Pos terkait