Batu Bajarang: Negeri di Tengah Pulau

Hai hai hai, gimana nih kabarnya di hari Minggu? Sibuk rebahan atau keliling-keliling cari angin segar sambil beli rujak dan somay? Tapi yang pasti tak melewatkan seri petualangan budaya dong ya, Topers.

Nah, di hari Minggu yang spesial ada yang baru nih. Ayo, tebak apa? Yup, petualangan kisah anak negeri. Mulai sekarang di salah satu tema petualangan kita selain membahas tempat bersejarah dan biografi juga ada kisah-kisah menarik dari berbagai kabupaten yang ada di Sumatera Barat, lho. Bagi sahabat budaya yang punya cerita menarik atau situs bersejarah di tempat tinggalnya boleh nih DM ke Instagram kita di @top_sumbar atau WhatsApp di +62 822 8385 5009. Ditunggu ya cerita-cerita menariknya, agar kita bisa sama-sama belajar dan mengambil hikmahnya.

Setelah puas melihat koleksi di Museum Adityawarman kemarin, ada tawaran untuk kembali ke Nagari Seribu Rumah Gadang nih. Masih ingat dong dengan petualangan ke-lima kita kemarin. Hehehe. Tapi kali ini kita akan berkunjung ke sebuah nagari yang punya cerita menarik nih, Topers, yaitu Batu Bajarang.

Bacaan Lainnya

Yuk kita let’s go!

Batu Bajarang adalah salah satu jorong di Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan, Topers. Jika kamu berkunjung dari Kota Padang, hanya akan memakan waktu sekitar empat jam dengan jarak 150 km. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan panorama Sitinjau Lauik yang berkelok-kelok, kebun teh Solok yang permai, birunya air Danau Diatas dan kawasan Seribu Rumah Gadang tentunya. Aduh, kira-kira ada cerita apa ya di Batu Bajarang itu?

Konon, menurut cerita masyarakat di sana, Batu Bajarang dahulunya adalah hutan lebat yang sangat rindang. Dibelah oleh dua aliran sungai batang bangko, menjadikan Batu Bajarang persis seperti pulau tersendiri. Orang yang mula-mula mendiami kampung ini bernama Inyiak Khalifah Rajab, beliaulah yang membuka hutan di sana dan mendirikan sebuah surau sebagai tempat beribadah yang dinamakan Surau Gadang.

Surau ini, seperti kebanyakan surau di Minangkabau, Topers, terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama digunakan untuk sembahyang, tingkat kedua untuk anak-anak membujang dan menyimpan arsip surau seperti kitab-kitab lama dan alat musik rebana, sementara tingkat paling atas digunakan untuk orang-orang suluk di bulan ramadhan.

Nah, di sebuah tempat tak jauh dari surau ini kita akan menemukan sebuah tempat yang dinamakan Taram, Topers. Lihat, ada sebuah batu hitam besar yang cekung dengan posisi miring, sedangkan di bawahnya mengalir sebuah mata air yang sangat jernih. Aduh, jadi tidak sabar ingin mandi di sana.

Sebentar, apakah kamu merasa kalau batu tersebut menyerupai kuali yang sangat besar, Topers? Menurut mayarakat di Batu Bajarang, batu besar tersebut dahulunya benar-benar kuali untuk membuat gulai, lho. Jadi, Batu Bajarang adalah tempat memasak, Muaro Paneh (desa seberang batang bangko) sebagai tempat menjemur padi, dan Lasuang Batu (kira-kira 10 km dari Batu Bajarang) sebagai tempat menumbuk padi. Jadi bisa dibayangkan kalau ukuran orang dahulu besar-besar dan tinggi-tinggi karena jarak tempuh mereka juga sangat jauh, Topers.

Untuk penamaan Batu Bajarang sendiri bukanlah sembarang pemberian, melainkan ada sejarahnya. Jadi ketika nenek-moyang memasak menggunakan kuali yang sangat besar itu, mereka kekurangan satu sandaran kuali atau batu tungku. Karena bergegas, salah satu dari mereka menjadikan lututnya sendiri sebagai tungku yang ke tiga. Lama-kelamaan, saat gulai kemumu sedang terjerang, dia kepanasan dan segera menarik kakinya. Duh, gulai kemumu yang sedang terjerang itu tumpah deh. Sejak itulah nagari itu di namakan Batu Bajarang, atau Batu Bajarang-an. Sejak saat itu pula di sana banyak ditumbuhi tanaman paku dan kemumu, yang menurut keterangan masyarakat di sana dipercaya berasal dari gulai yang dibuat itu, Topers.

Wah, orang zaman dulu jika ingin memberi nama sebuah tempat memang harus ada sejarahnya ya, bagaimana dengan tempat tinggalmu, apakah ada sejarahnya juga? Hehehe.

Sekarang, jika kamu berkunjung ke Batu Bajarang, selain melihat kuali besar, kamu juga dapat melihat jejak telapak kaki orang zaman dahulu yang tercetak di atas batu, lho. Ukurannya sangat luar biasa. Benar-benar dua kali lipat ukuran kaki orang zaman sekarang. Untuk Surau Gadang sendiri masih aktif digunakan sebagai tempat beribadah. Kamu juga bisa menziarahi makam Inyiak Khalifah Rajab yang ada di sana, beliau dimakamkan di bagian depan Surau Gadang.

Aduh, jika setiap nama nagari di Sumatera Barat ini ada sejarah penamaannya, petualangan kita akan benar-benar panjang dan berkesan, Topers. Untuk itu silakan berkabar lewat WhatsApp di atas ya, Topers. Mari kita menjelajah sambil mengenang sejarah.

Sekarang waktunya kita mandi di jernihnya air batang bangko, jangan lupa membawa benen sebagai pelampung untuk uji adrenalin ya, hehehe. Ayo siapa yang berani meluncur di derasnya air sungai batang bangko?

(Haris)

Pos terkait