TOPSUMBAR – Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menetapkan 17 tersangka terkait sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu yang beroperasi di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Barang bukti yang berhasil diamankan mencapai nilai ratusan triliun rupiah, termasuk uang palsu, surat berharga negara (SBN), dan sertifikat deposit Bank Indonesia.
Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, berinisial AI, diduga memiliki peran sentral dalam operasi ini dengan menyediakan tempat aman untuk produksi uang palsu di gedung perpustakaan kampus.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, menjelaskan bahwa peran tersangka berbeda-beda.
“Perannya berbeda-beda, tapi peran sentral ada pada AI dan MS. Kemudian ada ASS, tapi status hukumnya belum jelas karena belum memiliki kekuatan hukum tetap,” jelasnya dikutip dari kompas pada Minggu (22/12/2024).
Diketahui, AI bersama pengusaha berinisial MS, diduga memindahkan mesin cetak uang palsu dari rumah MS di Jalan Sunu, Makassar, ke perpustakaan UIN Alauddin pada September 2024 lalu.
Mesin cetak besar yang digunakan untuk memproduksi uang palsu tersebut dibeli seharga Rp600 juta dari Surabaya.
Sementara lokasi produksinya berada di lantai satu perpustakaan, tepat di lorong depan pintu toilet pria dan wanita.
Menurut staf perpustakaan, dinding triplek yang menutupi mesin itu telah dibongkar ketika polisi mengangkut alat seberat dua ton tersebut.
“Saya tidak tahu ada aktivitas mencurigakan, hanya kadang mendengar suara di malam hari. Padahal ruang baca sudah tutup sejak sore,” ujar salah seorang staf.
Sementara itu, pedagang di Pasar Sentral Sungguminasa, Kabupaten Gowa, menjadi salah satu pihak yang terdampak dari peredaran uang palsu ini.
Mustari Limpo, salah satu pedagang, mengaku pernah menerima uang palsu pecahan Rp50.000 dua tahun lalu.
Kini, dengan terungkapnya kasus ini, ia dan pedagang lain semakin waspada.
“Setelah ada kasus ini, kami selalu memeriksa uang lebih teliti, terutama pecahan Rp100.000,” katanya.
Kasus ini terungkap setelah salah satu tersangka, berinisial K, melakukan transaksi menggunakan lima lembar uang palsu pecahan Rp100.000 di Kecamatan Palangga, Gowa, pada 26 November 2024.
Polisi kemudian melakukan penyelidikan hingga berhasil menangkap 17 tersangka dan menetapkan tiga lainnya sebagai buron.
Selain AI dan MS, tersangka lain yang terlibat meliputi pegawai bank, PNS, hingga ibu rumah tangga.
Sementara status ASS, seorang pengusaha yang diduga memodali pembelian mesin cetak uang palsu, masih belum ditetapkan karena kurangnya alat bukti.
“Kami harus hati-hati, jangan sampai langkah kami blunder,” ujar Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T Simanjuntak.
Sindikat ini diduga telah beroperasi sejak 2010 dan kembali aktif pada 2022. Mereka bahkan mempelajari teknik baru untuk meningkatkan produksi uang palsu.
AI, yang sebelumnya sempat berencana maju dalam Pilkada Barru, Sulawesi Selatan, diduga berniat menggunakan uang palsu ini untuk kampanye, namun gagal mendapatkan dukungan partai.
Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin mendesak rektor untuk bertanggung jawab atas keterlibatan oknum kampus dalam kasus ini.
Namun, Rektor Hamdan Juhannis hanya menyatakan bahwa pihaknya telah memberhentikan dua pegawai yang terlibat secara tidak hormat.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menekankan dampak buruk peredaran uang palsu terhadap masyarakat, terutama pelaku usaha kecil.
“Begitu mereka menyetor uang palsu ke bank, uang itu akan ditolak. Kerugiannya langsung dirasakan,” jelas Bhima.
Sebanyak 17 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut yakni:
- AI (54 tahun), Kepala Perpustakaan UIN Alauddin.
- IR (37 tahun) dan AK (50 tahun), pegawai bank milik negara.
- MS (52 tahun), JBS (68 tahun), ICH (42 tahun), M (37 tahun), SW (35 tahun), AA (42 tahun), dan R (49 tahun), yang semuanya bekerja sebagai pengusaha.
- SM (58 tahun), seorang dosen berstatus PNS.
- MN (40 tahun), pegawai honorer.
- K (48 tahun), seorang juru masak.
- SA (60 tahun), ibu rumah tangga.
- SU (55 tahun), guru berstatus PNS.
- SA (52 tahun) dan MM (40 tahun), keduanya PNS yang bertugas di Sulawesi Barat.
Selain itu, polisi masih memburu tiga tersangka lain yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Hingga kini, polisi terus mendalami kasus ini untuk mengungkap otak utama sindikat dan memastikan semua pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
(HR)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel