Puasa, Salat Tarawih dan Witir Seperti Nabi Muhammad SAW

Kajian Jumat Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADAN 1444 H

Bacaan Lainnya

Pembaca Topsumbar.co.id yang setia dengan keimanan dan senantiasa merindukan kebenaran senantiasa tersampaikan ketika ada yang menggantinya dengan kesalahan dan menyembunyikan dibalik penampilan dan jabatan serta kepopuleran.

CARA RASULULLAH MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADAN

Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda yang artinya: “Janganlah seorang dari kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, kecuali bagi orang yang sudah terbiasa puasa, maka dia boleh berpuasa pada hari itu.” (HR Muttafaq Alaih).

CARA BERBUKA DAN SAHUR RASULULLAH SAW

Pertama
Menyegerakan berbuka puasa

Dari Sahi bin Sa’ad radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda, “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW berpesan: ”Apabila salah seorang di antara kalian berbuka, hendaklah berbuka dengan kurma, karena dia adalah berkah, apabila tidak mendapatkan kurma maka berbukalah dengan air karena dia adalah bersih.’ (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).

Kedua
Berbuka dengan Buah-Buahan seperti kurma dan anggur

Rasulullah SAW biasanya berbuka puasa dengan menyantap beberapa buah kurma segar sebelum mendirikan salat Magrib. Dan bila tidak ada kurma segar maka beliau menyantap buah kurma kering, bila tidak ada kurma beliau meneguk beberapa teguk air.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Maka dengan aneka menu makanan hari ini, hendaklah DIPILIH SUNNAH BERBUKA YAITU DENGAN BUAH ASLI YANG BASAH ATAU YANG KERING, JIKA TIDAK ADA BERBUKALAH DENGAN AIR.

Ketiga
MENGAKHIRKAN SAHUR

Makan sahur adalah makan dimalam hari dibulan romadan sebelum waktu fajar, sehingga BUKAN MAKAN MALAM yang waktunya terserah suka suka, tetapi bersahur adalah pada WAKTU YANG DITENTUKAN.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk salat, lalu beliau mengerjakan salat. Kami bertanya pada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan salat Shubuh. Anas menjawab, ‘Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Qur’an).’ (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka jika dicoba menentukan waktu sahur dengan 50 ayat bacaan alquran adalah sekitar 10-15 M yaitu bersamaan dengan WAKTU IMSAK.

CARA SALAT TARAWIH DAN WITIR RASULULLAH SAW

Cara salat tarawih dan witir Nabi Muhammad SAW adalah dengan cara melakukan salat sesudah salat isya, dengan cara salat sepanjang malam batasnya sampai fajar, tentunya sesuai keadaan nabi jika lelah maka langsung dilaksanakan setelah isya dan dilanjutkan sampai terbit fajar dan ada yang diselingi dengan tidur terlebih dahulu dan lanjutkan salat.

Pertama
SALAT TARAWIH 8 RAKAAT DAN SALAT WITIR 3 RAKAAT DENGAN CARA SALAT 4 RAKAAT SATU KALI SALAM DAN SALAT 3 RAKAAT SATU KALI SALAM

Sebagaimana hadist riwayat Aisyah RA, dikatakan bahwa: “Rasulullah tidak menambah (melebihkan) bilangan salat malam di dalam bulan Ramadan yang satu dengan yang lainnya, kecuali 11 (sebelas rakaat). Beliau mengerjakan salat empat rakaat. Maka jangan lah engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnya salat itu. Lalu beliau kerjakan empat rakaat lagi, maka janganlah engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnya salat itu. Setelah itu, beliau kerjakan tiga rakaat. Lalu aku bertanya: “Ya Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum engkau witir?”. Nabi Muhammad SAW menjawab: “Ya, Aisyah, sesungguhnya dua mataku tertidur tetapi hatiku tidak tidur,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada hadist lain dari Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya: “Bagaimana salat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadan?” Dia menjawab, “Beliau tidak pemah menambah di Ramadan atau di luarnya lebih dari 11 raka’at. Beliau salat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau salat 3 raka’at.” [HR Bukhari].

Hadis dari ‘Aisyah, yang artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah salat malam di bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. Beliau melakukan salat empat raka’at, maka jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan salat empat raka’at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan salat tiga raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Cara salat ini pada umumnya dilakukan sejak dahulu sampai sekarang dibeberapa tempat oleh orang beriman.

Menurut ilham dalam https://muhammadiyah.or.id Praktik 11 rakaat di zaman Nabi SAW ini berlanjut terus hingga zaman ‘Umar.

Sahabat yang bergelar Al Faruq ini menertibkan pelaksanaan jamaah tarawih di Masjid Nabawi pada tahun 14 H/635 M supaya dilakukan 11 rakaat.

Tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa ‘Umar pernah mengubah kebijakannya. Bahkan tidak ada riwayat yang sahih bahwa dua khalifah sesudahnya yaitu ‘Usman bin Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib pernah mengubah kebijakan itu. Karenanya, dapat diduga kuat bahwa selama masa Khulafa Rasyidin salat tarawih di Masjid Nabawi adalah 11 rakaat.

Sedangkan pada pemerintahan raja Abdulaziz dari kerajaan Arab Saudi menguasai seluruh Najd dan Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah tahun 1344 H/1926 M. Sejak dikuasainya wilayah Masjid Nabawi oleh pemerintahan Saudi hingga sekarang, salat tarawih dilaksanakan dalam formasi 23 RAKAAT beserta witir.

Kedua
SALAT TARAWIH 10 RAKAAT DENGAN SALAM PADA SETIAP DUA RAKAAT DAN DITAMBAH DENGAN 1 RAKAAT SALAT WITIR

Sebagaimana hadist dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, “Adalah Rasulullah melakukan salat pada waktu setelah selesainya salat Isya’, hingga waktu fajar, sebanyak 11 raka’at, mengucapkan salam pada setiap dua raka’at, dan melakukan witir dengan saturaka’at.” [HR Muslim].

Hadist dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana salat malam itu?” Beliau menjawab,“Yaitu dua raka’at-dua raka’at, maka apabila kamu khawatir (masuk waktu) shubuh, berwitirlah dengan satu raka’at. [HR Bukhari).

Ketiga
SALAT DENGAN 13 RAKAAT DENGAN SALAT DUA RAKAT SATU SALAM DAN DIAKHIRI DENGAN SATU RAKAAT WITIR

Hadist dari Zaid bin Kholid Al Juhani nabi melakukan lebih dari 13 rokaat yaitu:
“Aku pernah memperhatikan salat malam yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun melaksanakan 2 rakaat ringan. Kemudian setelah itu beliau laksanakan 2 rakaat yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan salat 2 rakaat yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan salat 2 rakaat lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan salat 2 rakaat yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan salat 2 rakaat lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu terakhir beliau berwitir sehingga jadilah beliau laksanakan salat malam ketika itu 13 raka’at.” (HR. Muslim).

Berdasarkan riwayat Aisyah radhiallahu anha, dia berkata,  “Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan salat di malam hari, tiga belas rakaat, beliau salat witir dengan lima rakaat, tidak duduk (tasyahud) kecuali di rakaat terakhir.” (HR. Muslim).

PRAKTIK SALAT TARAWIH DENGAN 23 RAKAAT

Menurut redaksi Muhamadiyah dalam https://muhammadiyah.or.id bersumber dari Majalah Suara Muhammadiyah No.3, 2007, menyatakan bahwa mengenai salat tarawih 23 rakaat, sekalipun sudah begitu memasyarakat, kami belum menemukan tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salat tarawih menurut tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hanya dikerjakan 11 dengan witirnya, dikerjakan empat rakaat lalu salam tanpa tahiyyat awal, kemudian empat rakaat lalu salam, dan ditutup dengan salat witir tiga rakaat lalu salam.

Dan Sepanjang penelitian Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hadits-hadits yang menerangkan tentang salat tarawih 23 rakaat adalah lemah atau dla’if. Salat tarawih 23 rakaat, bahkan menurut Imam Malik 36 rakaat, adalah ijtihad ulama dan dipegang oleh sebahagian ulama atau hanya berpegang kepada hadits dla’if yang diperselisihkan oleh para ahli hadits sebagaimana didasarkan pada hadist Dari Abi Salamah Ibnu Abdir-Rahman (dilaporkan) bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana salat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadan. Aisyah menjawab: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan salat sunnat (tathawwu‘) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat… [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Tetapi menurut sumber lainnya dalam https://www.detik.com/edu berpendapat bahwa  praktik salat tarawih 23 rakaat pernah ada pada zaman pemerintahan Umar Bin Khatab.

Jumlah rakaat salat tarawih juga bervariasi sejak Umar RA. Dalam banyak riwayat, Umar RA pernah menginstruksikan para imamnya untuk memandu salat malam Ramadan di Masjid Nabawi sebanyak 20 rakaat dengan 3 rakaat salat witir. Sehingga jumlahnya menjadi 23 rakaat.

Salah satunya terdapat dalam riwayat Imam Malik dalam al-Muwatha’ yang artinya, Dari Yazid bin Tuman, beliau berkata: “Orang-orang ketika zaman Sayyidina Umar RA melaksanakan salat di bulan Ramadan 23 rakaat.

Dengan demikian menurut sumber di atas bahwa pelaksanaan salat tarawih 23 rakaat tidak terhubungan kepada praktik salat rasulullah SAW di bulan ramadan, tetapi diadakan dan diijtihadkan oleh para pemimpin dan ulama setelah khalifah.

SEHINGGA RASULULLAH TEGAS TELAH MENGINGATKAN UMATNYA BAHWA SALATLAH SEBAGAIANA SALAT RASULULLAH SAW BUKAN SEPERTI SALAT SELAIN RASULULLAH

رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى صَلُّوا كَمَا “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. Bukhari).

MENDIRIKAN SALAT BERJAMAAH DI MASJID

Menurut sumber hadist, bahwa nabi pernah melakukan salat berjamaah di bulan Ramadan beberapa malam tertentu saja sebagaimana Hadits Nu’man bin Basyir, Radhiyallahu anhu : Ia berkata: “Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam 23 bulan Ramadan sampai sepertiga malam. Kemudian kami salat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” [HR. Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. Shahih].

Pada Hadits dari  Abu Dzar Radhiyallahu anhu : Ia berkata: “Kami puasa, tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin kami untuk melakukan salat (tarawih), hingga Ramadan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami salat, sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam. Dan pada malam ke lima, beliau memimpin salat lagi sampai lewat separoh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersada: “‘Barang siapa salat (tarawih) bersama imam sampai selesai. maka ditulis untuknya salat satu malam (suntuk).’

Kemudian beliau ٍShallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin salat lagi, hingga Ramadan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami salat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah. saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, “Sahur.” [HR Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad. Shahih].

Berdasarkan hal tersebut di atas salat tarawih berjamaah di masjid adalah suatu kebiasaan baik dalam ibadah tetapi JANGAN DIANGGAP ITU WAJIB tetapi adalah bagi saiapa YANG INGIN LEBIH BAIK sesuai kemampuan beribadah.

MENGAKHIRKAN SALAT WITIR ATAU PENUTUP SALAT SUNNAT

Salat witir dilaksanakan satu salam untuk satu kali mendirikan dalam satu malam yaitu jika ingin mendirikan 3 rakaat maka langsung dilaksanakan 3 rakaat satu salam.

Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha, dia berkata,  “Adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak melakukan salam di dua rakaat salat witir.”

Dalam redaksi lain, “Beliau melakukan salat witir tiga rakaat, tidak duduk (tasyahud) kecuali di rakaat terakhir.” (HR. An-Nasai).

Salat witir adalah salat tambahan yang didirikan setelah salat wajib atau salat sunnat malam atau siang hari. Hadist menyebutkan: “Sesungguhnya Allah telah menambah untuk kalian satu salat, maka jagalah salat tersebut. Salat itu ialah Witir.” [HR Ahmad ).

Hadits dari  Ibnu Umar yang berbunyi: Dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau berkata: “Jadikanlah akhir salat kalian di malam hari dengan Witir”. [Muttafaqun ‘alaihi).

Hadist dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah,bagaimana salat malam itu?” Beliau menjawab,“Yaitu dua raka’at-dua raka’at, maka apabila kamu khawatir (masuk waktu) subuh, berwitirlah dengan satu raka’at. [HR Bukhari).

Berdasarkan uraian di atas, bahwa puasalah dan salatlah sebagaimana Rasulullah SAW agar ketika diserahkan amalan kepada Alloh Rasulullah dapat mengakui dan menerima amalan salat dan puasa.

Tetapi jika amal sesuai manusia setelah Rasulullah SAW maka nanti amalannya diminta kepada manusia yang diikuti kebaikan dan amalan yang dijadikan amalan.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 24 Maret  2023)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait