Perbedaan Haji Mabrur (diterima) dengan Mardud (ditolak)

Kajian Jumat Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca Topsumbar yang setia dengan keimanan dan senantiasa merindukan kebenaran senantiasa tersampaikan ketika ada yang menggantinya dengan kesalahan dan menyembunyikan dibalik penampilan dan jabatan serta kepopuleran.

Bacaan Lainnya

Kaum muslimin yang dirahmati Alloh SWT.

Tentunya setiap orang mendambakan haji yang dilakukan mabrur (diterima Alloh SWT) tetapi untuk mencapai haji mabrur tidak cukup hanya dengan telah mendaftar sesuai travel penyelenggara ibadah haji dan telah mengikuti manasik dan telah dibimbing oleh ahli dan orang yang sudah berulang kali menunaikan ibadah haji karena itu tidak menentukan haji mabrur.

Sebaliknya orang yang tidak mengikuti manasik haji dengan travel penyelenggara ibadah haji dan berbekal pengetahuan apa adanya dan berangkat menunaikan ibadah haji bisa saja hajinya diterima Alloh karena yang menerima dan menolak ibadah haji adalah Alloh SWT, bukan pemerintah atau penyelenggara ibadah haji.

Haji Mabrur (diterima Alloh SWT)

Rasulullah SAW menjelaskan, Allah SWT telah menjanjikan balasan nyata bagi mereka yang mendapat Mabrur, yakni surga yang abadi: “Umrah ke umrah berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya. Dan tiada balasan bagi haji mabrur, melainkan surga” (HR Bukhari dan Muslim).

Bagaimana supaya kita bisa meraih haji mabrur?

Pertama

Luruskan niat beribadah. Tunaikan ibadah haji sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah agama dan memenuhi Rukun Islam kelima. Sehingga tidak ada niat lain menunaikan ibadah haji.

Niat lain yang merusak ibadah haji adalah: niat karena akan menduduki jabatan tertentu agar dapat title haji dan dianggap orang taat dan dermawan, atau karena jabatan pada bagian mengurus haji, seperti karena tenaga medis, karena pengurus KBIH dan karena diberi hadiah untuk beribadah haji lantas lupa niat ibadah hajinya karena Alloh dan niatnya karena diberi hadiah atau ada kesempatan dll.

Kedua

Mengetahui syarat dan rukun ibadah haji dan ketika sampai di mekah ditunaikan semua rukun dan wajib haji tersebut, sehingga jangan terbetik niat untuk berhaji mau ke bukit uhud, atau mau ziarah dll sebab itu merusak niat haji, artinya jangan diniatkan dari berangkat haji selain haji, apabila setelah di mekah ada kesempatan untuk kunjungan itu niat ketika sampai di mekah, bukan niat direncananakan dan diatur dari sejak berangkat.

Ketiga

Fokus pada hal yang substantif selama berhaji. Selama di Tanah Suci, fokuskan pikiran dan energi untuk melakukan rukun haji dan wajib haji secara khusyu’.
Misalnya Ada 6 rukun haji yaitu ihram (niat), wukuf di Arafah, thawaf ifadah, sa’i, bercukur (tahalul) dan tertib. Apabila tidak melaksanakan salah satunya, maka ibadah haji tak sah.

Selain itu ada juga 6 wajib haji yaitu ihram haji dari mīqāt, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah, menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram, dan thawaf wada’ bagi yang akan meninggalkan Makkah.

Di Tanah Suci kamu mungkin akan banyak menemui cobaan dan rintangan haji, semua akan dibayar tunai oleh Alloh, sebab hukum Alloh berlaku secara langsung di mekah/tanah haram.

Keutamaan Haji Mabrur

Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang haji mabrur. Rasulullah SAW bersabda, “Umrah ke umrah berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya. Dan, tiada balasan bagi haji mabrur, melainkan surga” (HR. Bukhari & Muslim).

Pada hadist lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya.  “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.

Dari dua hadits di atas bahwa sebagian dari tanda mabrurnya haji seseorang ada tiga.

Pertama

Santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam) yaitu estelah berhaji tutur kata menjadi baik dan perilaku menjadi mulia, jangan hanya baik dan mulianya satu atau dua hari sekembali dari menunaikan ibadah haji.

Kedua

Menebarkan kedamaian (ifsya’us salam), yaitu menjadi juru damai dan menjadi penentram dalam pergaulan manusia, jangan menjadi tukang fitnah, tukang hasut, menyemaikan iri dan dengki sehingga menjadi penyakit ditengah masyarakat.

Ketiga

Memiliki sikap Ikhlas dalam beramal dan berbuat (ith‘amut tha‘am), setiap bantuan dan pemberian ke orang lain dibeirkan dengan ikhlas, jangan karena ada ingin mendapatkan balasan dan pujian manusia.

Haji Mardud (ditolak) berbeda dengan haji tidak sah

Haji mardud merupakan haji yang ditolak oleh Allah SWT karena dalam melaksanakan haji tidak memenuhi syarat,wajib haji dan rukun, serta banyak melakukan amalan bid’ah dan kebiasaan buruk ditanah suci mekah ketika menunaikan ibadah haji.

Penyebab haji ditolak Alloh SWT

Pertama

Melakukan kebiasaan buruk di tanah suci mekah.

Kebiasaan itu seperti suka ghibah (membicarakan orang lain), suka mengejek dan mencela, suka mengumpat, sombong dan takabur, serta merendahkan derjat manusia lain dan berbangga-bangga dengan harta benda.

Kedua

Berhaji dengan ongkos uang haram, seperti uang korupsi, uang sogokan, pemerasan dan uang hasil kezoliman pada orang lain dengan cara melakukan riba dalam bisnis dan pekerjaan.

Uang haram itu melekat pada pakaian yang dipakai, pada perhiasan yang dipakai, pada makanan yang dimakan dalam tubuh mengalir harta haram.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada talbiyah bagimu dan tidak ada pula keberuntungan atasmu karena makananmu haram, pakaianmu haram dan hajimu ditolak” (HR. Bukhari & Muslim).

Dalam hadist dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram).” (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا خرجَ الرجلُ حاجًّا بِنَفَقَةٍ طَيِّبَةٍ، ووضعَ رِجْلَهُ في الغَرْزِ، فَنادى: لَبَّيْكَ اللهمَّ لَبَّيْكَ، ناداهُ مُنادٍ مِنَ السَّماءِ: لَبَّيْكَ وسَعْدَيْكَ زادُكَ حَلالٌ، وراحِلَتُكَ حَلالٌ، وحَجُّكُ مَبْرُورٌ غيرُ مَأْزُورٍ، وإذا خرجَ بِالنَّفَقَةِ الخَبيثَةِ، فوضعَ رِجْلَهُ في الغَرْزِ، فَنادى: لَبَّيْكَ اللهمَّ لَبَّيْكَ، ناداهُ مُنادٍ مِنَ السَّماءِ: لا لَبَّيْكَ ولا سَعْدَيْكَ، زادُكَ حرامٌ، ونَفَقَتُكَ حرامٌ، وحَجُّكَ غيرُ مَبْرُورٍ.

“Jika seseorang itu keluar berhaji dengan harta yang halal, saat dia menginjakkan kakinya ke atas kendaraan, ia menyeru, ‘Labbaik Allahumma labbaik.’ Kemudian ada yang menyeru dari langit, ‘Labbak wa sa’daik, diterima hajimu dan engkau berbahagia, bekalmu berasal dari harta halal, kendaraanmu dibeli dari harta halal, hajimu mabrur dan tidak berdosa.’

Jika seseorang itu keluar berhaji dengan harta yang haram, saat dia menginjakkan kakinya ke atas kendaraan, ia menyeru, ‘Labbaik Allahumma labbaik.’ Kemudian ada yang menyeru dari langit, ‘Laa labbaik wa laa sa’daik, tidak diterima kedatanganmu, dan engkau tidak mendapatkan kebahagiaan, bekalmu berasal dari harta haram, biaya hajimu dari harta haram dan hajimu tidak mabrur.”(HR. Thabrani).

Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan bersumber dari Anas bin Malik RA.
“Apabila sudah tiba akhir zaman, ada empat jenis orang menjalankan ibadah haji. Mereka ada para penguasa menjalankan ibadah haji berhaji untuk berpesiar dan rekreasi. Orang kaya para hartawan berhaji untuk kepentingan perniagaan. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis, para ulama menunaikan haji untuk mendapatkan popularitas.”

Tentunya keadaan apa yang disebutkan oleh anas bin malik itu bisa saja nyata dan terjadi dikalangan jemaah haji yang menunaikan ibadah haji, jika demikian tentu sudah dapat mengukur apakah ibadah haji diterima atau ditolak?

Suatu kisah inspiratif seorang sahabat mendatangi rasulullah SAW dan bertanya: , “Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga.” Baginda Rasulullah SAW menjawab, “Jadilah kamu orang yang baik,”.

Orang itu bertanya lagi, “Ya Rasulullah, bagaimanakah aku akan mengetahui bahwa aku telah berbuat baik?”.
Jawab Rasulullah, “Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat,”. Maka salah seorang sahabat ada menyebut bernama Muwaffaq, berkeinginan pergi haji. Untuk itu, ia bekerja keras mengumpulkan uang. Dan ketika terkumpul, ia pun melaksanakan niatnya, menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Ketika musim haji datang dia minta ijin kepada Rasulullah saw untuk berhaji, sebabnya dia mempunyai ibu yang sudah tua dan dialah anak satu satunya untuk merawat ibunya.

Maka pada musim haji tersebut Rasulullah SAW didatangi oleh malaikat dan menyampaikan bahwa tidak seorangpun yang berhaji tahun ini diterima Alloh SWT, tetapi karena ada seorang yang tidak jadi berangkat haji, tetapi hajinya yang diterima Alloh SWT.

Maka sahabat mendatanginya dan bertanya amalan apa yang dia lakukan, maka Muwaffaq menceritakan bahwa puluhan tahun lamanya, dia berkeinginan untuk melakukan ibadah haji. Karenanya, dia pun mengumpulkan uang untuk itu.

Ketika musim haji tiba, dia tidak diizinkan oleh Rasulullah SAW pergi haji, karena diminta merawat ibunya yang sudah tua.

Dari kisah ini dapat kita ambil pelajaran bahwa, jangan berkecil hati yang tidak berangkat haji atau yang sudah pergi haji jangan terlalu bergembira dengan telah kembali dari tanah suci, karena diterima dan titolaknya haji seseorang ditentukan oleh Alloh SWT, yatu dari ketentuan yang telah diuraikan di atas, dapat menjadi tolak ukur untuk menentukan apakah haji diterima atau ditolak.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi Jumat, 22 Juli 2022)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum.

Pos terkait