Penetapan Hari Jadi Sumbar, Arkadius : Sebagai Bagian dari Kesatuan Daerah Otonom dalam Kerangka NKRI

Suasana Rapat Paripurna DPRD Sumbar

PADANG, TOP SUMBAR — Penetapan Hari jadi yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) adalah hari jadi Provinsi Sumatera Barat sebagai bagian dari kesatuan daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan hari jadi yang identik dengan Minangkabau sebagai kesatuan masyarakat adat

Hal itu ditegaskan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Banno dalam acara Rapat Paripurna di Ruang Sidang Utama gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat, Senin (17/12).

Hal itu juga ditegaskan juru bicara Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat Endarmy, menyampaikan jawaban atas tanggapan pemerintah terkait Ranperda tentang Hari Jadi Provinsi dalam rapat paripurna DPRD tersebut. Ranperda tersebut diajukan sebagai penggunaan hak usul prakarsa DPRD dengan tim pengusul Komisi I.

“Hari jadi yang diatur dalam Ranperda ini adalah hari jadi provinsi Sumatera Barat sebagai bagian dari kesatuan daerah otonom dalam kerangka NKRI, bukan hari jadi yang identik dengan Minangkabau sebagai kesatuan masyarakat adat,” tegasnya.

Sebelumnya, mencuat beberapa momentum yang akan menjadi titik awal berdirinya Sumatera Barat berdasarkan perjalanan sejarah. Endarmy menyebutkan, menelusuri sejarah panjang keberadaan Sumatera Barat yang telah terbentuk sebelum terbentuknya NKRI ada beberapa momentum yang dapat dijadikan pilihan.

Pertama adalah pembentukan unit pemerintahan untuk kawasan pesisir barat oleh VOC pada tahun 1609 dengan nama Hoofdcomptoir van Sumatera Weskust. Kemudian, perubahan status unit pemerintahan Hoofdcomptoir van Sumatera Weskust menjadi Gouvernment van Sumatra’s Weskust pada tanggal 29 November 1837.

Momentum ketiga adalah pembentukan keresidenan Sumatera Barat oleh penjajahan Jepang dengan nama Sumatora Nishi Kaigun Shu pada tahun 1942. Ada juga momen sejarah pembentukan keresidenan Sumatera Barat sebagai bagian dari Provinsi Sumatera dengan Besluit RI nomor RI/I tanggal 8 Oktober 1945.

Pilihan berikutnya adalah pembentukan Provinsi Sumatera Tengah, Riau dan Jambi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 1950. Terakhir, pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi yang ditetapkan dengan UU Nomor 19 Tahun 1957 tanggal 9 Agustus 1957.

“Dilihat dari semua aspek, masing-masing momen tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk dijadikan tonggak penetapan hari jadi Sumatera Barat,” kata Endarmy.

Oleh sebab itu, dilanjutkan Endarmy, seluruh alternatif itu perlu dianalisis dan didalami. Agar dari seluruh pilihan, bisa dilihat mana yang paling mendekati kondisi faktual, paling akurat dan autentik dengan bukti-bukti yang ada.

Endarmy menegaskan, pada hakikatnya penetapan hari jadi dari beberapa pilihan tersebut bukanlah kewenangan DPRD bersama pemerintah daerah saja. Hal itu juga menjadi hak dan kewenangan seluruh komponen masyarakat Sumatera Barat.

“Untuk itu kami sangat setuju dengan usul gubernur pada rapat paripurna sebelumnya, agar pembahasan dilakukan dengan melibatkan semua komponen masyarakat, ahli sejarah, akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya serta bukti-bukti autentik yang dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Ia menambahkan, dalam esensinya, penetapan hari jadi Provinsi Sumatera Barat tidak hanya sebatas untuk menentukan tanggal yang akan diperingati secara seremoni. Jauh dari itu, merupakan wujud eksistensi dan pengakuan keberadaan Provinsi Sumatera Barat sebagai daerah otonomi dalam kerangka NKRI. (Syafri)

Pos terkait