Pendapat Prof. DR. Sardy Sar tentang Surau Sydney dan Masa Depan Generasi Minang di Rantau

Rektor UAI, Prof. Dr. Ir. Sardy Sar, M.Eng.Sc
Rektor UAI, Prof. Dr. Ir. Sardy Sar, M.Eng.Sc

Masih dari ajang dialog internasional tokoh dan masyarakat Minang Se-dunia tentang Surau Sydney Australia dan masa depan generasi Minang di rantau yang telah usai diadakan, Rabu, 20 Mei 2020, pekan lalu.

Antusias peserta dan kehadiran Tokoh-tokoh Minang Nasional dalam Video Conference via aplikasi zoom yang dimoderatori oleh Prof. Fasli Jalal (Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional), saat itu berlangsung lebih dua jam.

Dialog internasional itu
sendiri diinisiasi oleh Minang Saiyo Sydney dan Surau Sydney Australia bekerjasama dengan Minang Diaspora Network-Global, ACT (Aksi Cepat Tanggap) dan PDA Travel.

Bacaan Lainnya

Bila pekan lalu, Sabtu (2t3/5/2020) telah Topsumbar.co.id angkat pendapat sejumlah tokoh Minang Nasional secara bersamaan, diantaranya Novri Latif (Ketua Surau Sidney Australia).Yusuf Rizal (Ketua Minang Saiyo Sydney, Australia), Irwan Prayitno (Gubernur Sumatera Barat), Buya Gusrizal (Ketua MUI Sumatera Barat).

Prof. Emil Salim (mantan menteri yamg juga Ketua Dewan Pembina MDM-G), Prof. Jurnalis Uddin (Ketua Yayayan Yarsi dan juga Pembina MDM-G).

Irman Gusman (Pengusaha Nasional), Nurhayati Subakat (Owner Wardah Cosmetic), DR. Fadli Zon (Ketua Umum Ikatan Keluarga Minang), Guspardi Gaus (Anggota DPRRI dan pengusaha).

Archandra Tahar (Dirut PT. Gas Negara), Yendra Fahmi (Pengusaha Nasional),
Prof. Ismet Fanany (Deakin University), Ed Fauzan Ofratos (PDA Travel) dan Ranny Rustam (Duta Milenial Sydney).

Hari ini, Rabu (27/5/2020), Topsumbar.co.id mengangkat pendapat Prof. Dr. Ir. Sardi Sar, M.Eng.Sc. ia adalah mantan Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia. Kelahiran Lintau, Sumbar, 5 Agustus 1942, menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1969 dan Universitas Indonesia pada tahun 1980 serta program doktor pada tahun 1989.

Berikut kutipan pendapatnya dalam sebuah tulisan tentang Surau Sydney dan Masa Depan Generasi Minang di Rantau.

Diawal tulisannya sekaitan dengan Surau Sydney, Prof.DR Sardy Sar menyebut kalau boleh dikategorikan, ada dua macam orang Rantau Minang.

Pertama, orang Rantau yang pernah mencicipi masa mudanya di Ranah. Kenangan masa kecil sangat membekas di hati apalagi pernah mengaji di surau mendalami agama Islam.

“Kisah-kisah pengalaman masa kecil ini jadi nostalgia yang telah ambil bagian dalam pembentukan akhlak/perilaku kehidupan,” tulisnya.

Kedua, orang Rantau yang tidak pernah mengalami masa muda di Ranah.

Ada yang masih bisa berbahasa Minang ada pula yang tidak bisa dan atau tidak lancar sama sekali.

Ibu Rani Rustam -WNA Australia asal Minang-, mungkin termasuk generasi millenial macam yang terakhir ini.

Karena mata pencaharian ada di rantau, tentulah orang Rantau akan lebih banyak menghabiskan masa usianya di rantau.

Sesekali mungkin pulang bersama keluarga menengok famili yang masih ada di kampung masing-masing.

Orang Minang umumnya taat beragama, tidak heran orang rantau rajin beribadah bahkan ada pula yang menjadi pengurus masjid di dekat kediamannya.

Hasrat untuk menghadirkan sebuah surau di suatu negara yang penduduknya mayoritas non-muslim seperti Australia oleh para sahabat kita di Sydney merupakan suatu terobosan yang patut dihargai.

Tentunya surau ini nanti patut dilengkapi dengan fasilitas yang membuatnya sebagai “surau modern” atau smart surau sesuai kemajuan iptek.

Mungkin panitia sudah punya desain teknik arsitektur terkini dengan sentuhan keunikan Minang. Ada baiknya disampaikan perkembangan yang sudah, tengah, dan yang akan dilakukan oleh panitia.

“Surau ini dapat dijadikan sebagai “sarana paguyuban” tempat silaturahmi, mendalami agama, diskusi, kursus, pelatihan, serta usaha produktif lainnya, dalam rangka pendidikan moral/akhlak bahkan tempat dakwah Islam yang Rahmatan Lil Alamin,” tutur nya .

Kemudian terkait masa depan generasi Minang di rantau, menurut Prof DR Sardi Sar, karena tujuan merantau bagi orang Minang adalah untuk mengubah nasib seperti berdagang misalnya, maka menuntut ilmu adalah menjadi suatu keniscayaan dan keharusan, jika belajar ketrampilan, diharapkan akan menjadi tenaga kerja berketrampilan tinggi (high skill labour).

Termasuk memiliki daya kreativitas dan inovasi menjadi sangat penting dalam persaingan terutama di era Society 5.0, yang mengandalkan SDM unggul (excellent human resources).

Yang mungkin patut diperhatikan adakah mengisi kekosongan dalam nilai warisan budaya leluhur yang sarat dengan ajaran etika dan tertib bersosialisasi.

Kesempatan untuk belajar seni tari, silat, saluang, talempong, adat istiadat, memakai busana Minang, dan lain lain mungkin patut dipikirkan untuk difasilitasi.

Tentunya diharapkan generasi Minang di rantau selain masuk organisasi sekampung, juga aktif bergabung dalam organisasi seperti Minang Diaspora.

Apakah orang rantau akan pulang untuk membangun ranah ? ini tergantung dari peluang/kesempatan, semangat ke-wirausahaan, sikon, push-pull factors yang ada, baik secara pribadi/kelompok, maupun dirancang bersama Pemerintah daerah setempat.

Terakhir, tulis Prof DR Sardi Sar yang adalah juga pensiunan guru Besar Universitas Indonesia, sebaiknya juga dipikirkan bersama bagaimana mensinergikan potensi masyarakat Minang yang berada di Ranah dan di Rantau.

(AL)

Pos terkait