MUI Sumbar Ajak Masyarakat Jangan Terprovokasi Soal Pengerusakan Rumah Ibadah di Minahasa

Menyikapi peristiwa pengerusakan yang dilakukan oleh sejumlah orang di Balai Pertemuan Umat Muslim di perumahan di Minahasa Utara, Sulut, yang terjadi, Rabu (29/01) malam lalu.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Buya Gusrizal Gazahar angkat bicara, Dia mengatakan mengutuk prilaku intoleran yang dilakukan terhadap umat Islam di Minahasa.

“Kita sangat tersinggung dengan perlakuan yang intoleran dan radikal seperti perusakan rumah ibadah tersebut. Perbuatan itu bisa memancing kekisruhan dan keretakan,” katanya, kemarin (2/01)

Bacaan Lainnya

Menurut Buya Gusrizal kedepannya, berharap kepada aparat kepolisian bisa menegakkan hukum dan memberikan rasa aman disana.

“Jangan sampai ada kelambanan aparat dan ketidakadilan dalam menyelesaikan kasus ini karena itu bisa menjadi pemicu disharmonis yang selama ini terbina,” ungkapnya.

Diterangkannya, suara-suara keras umat dalam menyikapi perkara itu, jangan pula dijawab pula dengan tuduhan berbagai macam.

“Siapa saja yang masih punya keimanan, tentu akan tersentuh ghairahnya bila rumah ibadahnya yang diserang. Saya meminta aparat saat ini harus menunjukkan sikap adil dalam memperlakukan anak bangsa,” imbuhnya.

Disisi lain, ungkap Gusrizal umat muslim bagaikan tubuh yang satu.
Bila satu bagian tersakiti maka seluruh tubuh akan merasakannya.

“Kami sebagai Ulama Sumatera Barat adalah bagian dari umat yang diumpamakan oleh Nabi SAW bagaikan tubuh yang satu, bila yang satu disakiti kita akan merasakan pula. Namun kita serahkan ini kepada penegak hukum, jangan sampai kita terpancing, serahkan kepada aparat yang terkait,” himbaunya.

Hal senada dikatakan, Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumbar, Wendi Juli Putra. HMI mengecam tindakan pengerusakan Mushalla di Perum Agape, Tumaluntung, Minahasa Utara Sulawesi Utara telah mengganggu stabilitas keamanan di masyarakat yang merupakan perbuatan intoleran.

“Peristiwa miris tersebut harus menjadi bahan pembelajaran bahwa masih minimnya pemahaman masyarakat dalam merawat dan menjaga toleransi antar umat beragama.

Dikatakannya, selama ini umat Islam seringkali dicap sebagai kelompok radikal. Padahal ummat Islam tidak pernah merusak rumah ibadah.

“Tindakan aparat kepolisian yang menangkap terduga pelaku patut diapresiasi. Namun itu belum selesai. Peristiwa tersebut sangat sensitif apabila penangananya hanya sampai pada tataran hukum. Banyak aspek lainnya yang menjadi perhatian agar toleransi ini benar-benar dipahami bagian cara hidup berbangsa dan bernegara,” bebernya.

Dia menambahkan, untuk menyelesaikan perselisihan rumah ibadah di berbagai daerah memang sering menemukan masalah komunikasi antar umat beragama. Mestinya harus dibangun komunikasi yang lebih komunikatif dengan mengendepankan pendekatan sosial yang beradab. Perlunya pendekatan lokal wisdom ( kearifan lokal) dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat. Jangan sampai ada istilah sekadar membuat program dan tidak menyentuh pada esensi beragama.

“Saya mengajak kepada seluruh umat Islam yang ada di Sumbar. Supaya tidak terprovokasi atas kejadian tersebut. Meskipun tidak terjadi di Sumatera Barat, ini jadi perhatian pentingnya merawat semangat toleransi antar umat beragama. Jangan sampai kejadian ini terulang terjadi Sumatera Barat,” imbuhnya.

Sementara menurut, Pakar Hukum Pidana Hukum Universitas Andalas Prof Elwi Danil mengatakan, sesuai prosedur yang berlaku dikepolisian dilihat dari peristiwa apakah peristiwa itu tindak pidana atau tidak.

“Menurut saya tindakan kepolisian telah profesional. Harus dilihat juga secara jernih kalau yang dirusak itu Mushalla itu jelas tindak pidana. Kemudian polisi harus mencari tau siapa yang terlibat apa motifnya, dan kalau ada bukti-bukti yang mengarah kearah pengerusakan rumah ibadah polisi harus menindak tegas. Jangan ada diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu,” urainya

Mantan Dekan FH Unand itu menambahkan, bilamana objek tersebut kategorikan bukan rumah ibadah bisa masukan pidana pengerusakan barang pasal 406 KHUP.

“Namun jika dipastikan bahwa yang dirusak rumah ibadah, maka terkategori penodaan agama terhadap agama, dapat kenakan (pasal 156 a KHUP) . Jadi kita juga mengimbau masyarakat di Sumbar jangan terprovokasi semua telah diselesaikan oleh pihak kepolisian. Sumbar saat ini bisa dikatakan aman terhadap isu yang berbau intoleran tersebut,” pungkasnya.

(H/Hen)

Pos terkait