Iuran BPJS Meningkat, Pemko Payakumbuh Pilih Naikkan Anggaran Dari Pada Memangkas Kuota PBI

Payakumbuh — Meskipun iuran BPJS meningkat terhitung dari awal tahun 2020, hal itu tentu akan menuntut pemerintah daerah untuk memilih antara dua, apakah akan menambah anggaran untuk menjamin Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau dengan memangkas kuota jumlah warga yang menerima PBI tersebut.

Nampaknya, tidak jadi masalah berat bagi Kota Payakumbuh yang dipimpin oleh Wali Kota Riza Falepi ini, daripada harus mengurangi jumlah warga yang jaminan kesehatannya akan dijamin oleh pemerintah, Kota Randang memilih untuk menaikkan anggarannya.

“Ini adalah bentuk komitmen kita untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat, di satu sisi juga masih banyak masyarakat kita yang butuh bantuan jaminan melalui BPJS,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh, Bakhrizal saat diwawancarai via selulernya, Selasa (7/1).

Dikatakan pendataan untuk PBI ini secara rutin oleh dinas sosial sesuai dengan kuota atau dana yang tersedia di dinas kesehatan, meskipun yang mencari peserta PBI adalah dari dinsos, hal ini harus berdasarkan standar yang ditentukan berdasarkan regulasinya dari Perpres nomor 75, Permensos, maupun oleh Perwako Payakumbuh.

“Sudah ada regulasi siapa yang berhak masuk ke PBI tidak ada alasannya orang yang status sosialnya tinggi atau sudah masuk kategori mampu, lalu jaminan kesehatannya masih dibayarkan pemerintah, sementara masih banyak warga lainnya yang membutuhkan, ini sangat perlu perhatian kita bersama,” kata Bakhrizal.

Sementara itu Kepala Cabang BPJS Kota Payakumbuh Ryan Abdullah Putra memaparkan hari ini sudah ada sebanyak 97% atau sebanyak 128.625 jiwa di Payakumbuh yang tercover BPJS.

“Untuk Kota Payakumbuh tercatat dari Universal Heath Coverage (UHC) akhir Desember 2019, dengan rincian 43.143 jiwa masuk PBI dijamin oleh APBD, 31.300 jiwa masuk PBI dijamin oleh APBN, 32.138 jiwa Pekerja Penerima Upah (PPU), 15.615 Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan 6.440 bukan pekerja (inverstor, pemberi kerja, veteran, perintis kemerdekaan),” paparnya.

Artinya, lebih dari 40% masyarakat Payakumbuh, layanan kesehatannya di jamin melalui APBD Kota Payakumbuh. Untuk PBI APBD ataupun APBN ini benar-benar divalidasi oleh dinas sosial. Sewaktu-waktu yang mendapatkan PBI ini dapat ditarik atau dicoret apabila status sosialnya meningkat, atau sudah bekerja di perusahaan/pemerintahan.

“Untuk badan usaha, ada beberapa yang belum terdaftar secara keseluruhan, namun kita selalu berkoordinasi dengan disnaker, pengawas, kejaksaan, BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan untuk mendorong mereka mengurus jaminan kesehatan pegawainya, dimana PBI yang sudah bekerja tentu akan dicabut hak PBI nya, alasannya ya karena dia sudah bekerja, jaminan kesehatannya harus ditanggung perusahaan tempatnya bekerja,” kata Ryan menerangkan.

Baru-baru ini muncul pemberitaan tentang isu pemda dapat memberikan layanan dengan KTP dan KK, namun Ryan dengan gamblang menyebut kalau Valid informasi tentang ini belum ada, dirinya akan mencari tahu informasi tersebut.

“Apakah pemdanya memang mau menanggulangi sendiri, kalaupun tersedia anggarannya seperti apa, ini perlu diperhatikan, kita akan balik lagi ke pengalaman, hal itu bisa jadi tidak mungkin terjadi, melihat ketersediaan anggaran daerah,” katanya.

Ryan menjelaskan pemerintah daerah pastinya harus memperhitungkan masyarakat yang akan mendapatkan pelayanan di wilayahnya, apabila penyakitnya bisa selesai di dalam daerah saja, itu mungkin tidak seberapa beban kepada anggaran.

“Bila dirujuk ke kota lain atau provinsi luar gimana?, Sampai ke RSCM di pusat, tentu kesanggupan pembayarannya tidak akan seperti BPJS yang bisa mengcover ke tingkat itu, sudah jelas kepastian BPJS dengan jaminan pembayaran ke rumah sakit yang sudah ada dalam MoU,” ujarnya.

Dipenghujung wawancara, Ryan menegaskan apabila ada rumah sakit yang memulangkan warga yang sakit sebelum sembuh, masyarakat berhak melaporkan hal ini kepada BPJS. Di BPJS ada Petugas PIPP untuk penaganan keluhan, petugas ini ditujuk oleh Rumah Sakit dan BPJS.

Bila masyarakat mengeluh layanan tidak memuaskan karena mereka masuk kepada PBI, hal ini tentu melihat kembali bagaimana pemerintah melakukan validasi mana yang membutuhkan, dinas sosial melakukan perubahan data PBI setiap bulannya. Hal ini agar dimaksimalkan kepada yang benar-benar butuh layanan kesehatan.

Diawal 2017 kemaren, telah dilakukan validasi oleh Kementerian Sosial, data penerima PBI dikirim dan diverifikasi, dan banyak penerjma PBI JK tidak sesuai kriteria Permensos nomor 5 waktu itu di 2017, sekarang dengan adanya aturan terbaru, maka kesenjangan dari penerima PBI itu dapat diatasi.

“Kejadiannya di awal 2019, ada sebanyak 5 juta jiwa se Indonesia yang harus keluar dari PBI karena sudah tidak masuk dalam katergori penerima PBI, sesuai dari data BDT waktu itu, sehingga banyak masyarakat belum dapat informasi bahwa kartunya tahu-tahu sudah tidak aktif,” terang Ryan.

Sekarang dengan adanya kerjasama antara Pemko, Pemilik Layanan Kesehatan, dan BPJS, maka tidak ada alasan lagi pelayanan kesehatan yang tidak tanggap ataupun tidak memuaskan kepada masyarakat.

“Kita faham betul animo masyarakat yang cukup tinggi terhadap layanan kesehatan akibat meningkatnya iuran BPJS, karena hal ini menyangkut Hak Asasi Manusia juga, setiap warga berhak mendapat pelayanan, pemko Payakumbuh sangat concern untuk itu,” pungkas Ryan. (Ton)

Pos terkait