Di Area Hutan Lindung, Risko Mardianto : Lalu Apakah Tidak Bisa Membangun Tigo Lurah

Risko Mardianto

KABUPATEN SOLOK, TOP SUMBAR – Kecamatan Tigo Lurah di Kabupaten Solok ialah salah satu dari Kecamatan menurut Risko Mardianto masih terisolir, meskipun icon daerah Kabupaten Solok berasal dari dalam hutan.

Kamis, 17 Agustus 2017, di Lapangan Jirek Garabak Data Kecamatan Tigo Lurah dijadikan tempat menaikkan bendera pusaka ketiangnya hingga berkibar dibawah langit Indonesia Raya.

Pengibarnya dari SMP 1 dan SMA 1 Tigo Lurah. Di ikuti oleh pegawai OPD Tigo Lurah, Wali Nagari, Ormas, Tokoh Masyarakat hingga pelajar serta jajaran aparat keamanan dari Polsek Tigo Lurah dan Koramil.

Rakyat di Tigo Lurah sampaikan cintanya kepada bangsa yang katanya sudah merdeka.
“Merdeka…, merdeka…., merdeka….,” teriak anak – anak Tigo Lurah.

“Ya Allah, dinagari yang belum merdeka sorak sorai kemerdekaan merindingkan bulu kuduk ini. Ditempat mana hanya ada semilir angin dan hijaunya alam hasil karya yang maha kuasa, bendera pusaka berkibar disana. Allahuakbar….,” ucap Risko Mardianto yang saat ini merupakan Kepala Biro Media Online Tabloid Bijak

Risko menambahkan, dirinya teringat lagu ciptaan Gombloh yang merupakan salah satu lagu favorit saya. Judulnya “Kebyar-Kebyar Jingga” yang liriknya :

Indonesia
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu
Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga

Biarpun Bumi Bergoncang
Kau Tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit Dari Barat
Kaupun Tetap Indonesiaku

Tak Sebilah Pedang Yang Tajam
Dapat Palingkan Daku Darimu
Kusingsingkan Lengan
Rawe-rawe Rantas
Malang-malang Tuntas
Denganmu

Indonesia
Merah Darahku, PutihTulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu
Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga

Indonesia
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia
Nada Laguku, Symphoni Perteguh
Selaras Dengan Symphonimu

Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga

“Lagu itu menyemangati peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Saya lagukan itu ketika magang di Pengadilan Negeri Koto Baru Agustus 2016 lalu,” papar Risko Mardianto, mantan Menteri Luar Negeri Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Mahaputera Muhammad Yamin periode 2015-2017 itu.

Saat ini di Tigo Lurah pada umumnya masyarakat disana masih mempertahankan “kuda beban” , hal itu bukan karna disana tidak ada kendaraan bermotor melainkan akses jalan yang berupa jalan tanah tak beraspal. Jika musim hujan tiba membentuk kubangan dan berlumpur.

“Dari Arosuka, Ibukota Kabupaten Solok menuju Garabak Data butuh waktu 1 hari perjalanan jika kondisi jalan berlumpur. Demikian dikatakan Hendra Utama, SH Komandan Resimen Mahasiswa Sat 104 Mahaputera di Koto Baru beberapa waktu lalu kepada saya,” kata Risko pada Top Sumbar, Kamis (5/10).

“Bayangkan, jika ada ibu-ibu melahirkan lalu butuh pertolongan medis bagaimana ia mendapatkan pertolongan jika puskesmas disana tutup. Atau bagaimana hasil pertanian setempat bisa bernilai lebih, jika akses jalan kesana masih demikian, lalu kesejahteraan seperti apa yang bisa dialamatkan kepada kondisi masyarakat disana,” jelasnya.

“Berbagai kondisi terkini tigo lurah selalu terekspos ke media massa tapi tidak menunjukkan hasil yang maksimal. Entah pemangku kebijakan tutup mata, atau entah disebabkan apa,” ulasnya

Mantan Ketua Gema Kosgoro Solok itu mengatakan, dirinya pernah berdiksusi dengan Bupati Solok Gusmal, dan menanyakan penyebab masih terbelakangnya nagari di kecamatan itu. Bupati mengatakan kawasan itu berada di area hutan lindung dan untuk membangunnya perlu izin tertulis Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta.
Lalu saya berfikir, apakah karena hutan lindung jalan kesana tidak bisa diperbaiki, lalu bagaimana dengan jalan yang sudah ada itu, jalan yang masih berupa tanah berlumpur tersebut.

Melihat Tigo Lurah, seolah melihat wajah Indonesia. Semua bergantung kepada Jakarta. Izin Mentri LHK tentu akan menyelamatkan saudara kita di Tigo Lurah. Siapa yang mampu menjemput izin itu, dialah pembawa perubahan untuk Tigo Lurah. Tidak diperlukan teriakan merdeka jika kondisi dihari kemerdekaan masih sama, begitukah kita memaknai perjuangan kemerdekaan, kita yakin tidak.

Pekik jelata, sorak sorai kemerdekaan , yel – yel pergerakan dan atribut kemerdekaan serta lagu kebangsaan menggema dan memerah putihkan Tigo Lurah. Semoga semangat kemerdekaan itu tidak hilang seiring ketertinggalan. Semoga upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia selalu diperingati di nagari yang masih belum merdeka itu.

Dikatakan Risko, disana anak bangsa dan seluruh komponen mengatakan “Saya Indonesia, Saya Pancasila” meski tidak pernah tahu wajah pemimpin negeri ini. (Red)

Pos terkait