Demi Kelestarian, DPRD Sumbar Sepakati Penertiban Alat Tangkap Ikan Nelayan Danau Singkarak

Suasana pembahasan penertiban alat tangkap ikan di Danau Singkarak oleh Pimpinan sementara DPRD Sumbar bersama pihak terkait

PADANG, TOP SUMBAR — Dengan telah dilakukan peringatan pada nelayan Danau Singkarak tentang Standar Operasional Prosedural (SOP) sejak tahun 2015 lalu, tentang alat tangkap ikan di Danau Singkarak dari pemerintah yang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub), maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dengan institusi terkait sepakat untuk dilakukan penertiban terhadap alat tangkap ikan tersebut yang dinilai sangat memusnahkan ekosistem danau itu.

Kesepakatan itu dilaksanakan di Ruang Khusus I Gedung DPRD Sumbar, Kamis (19/9), yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar Yosmeri, Biro Hukum, perwakilan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), perwakilan Polres Tanah Datar dan para walinagari sekitaran Danau Singkarak.

Bacaan Lainnya

Wakil Ketua DPRD Sumbar Sementara Irsyad Syafar mengatakan, untuk kelestarian ikan bilih, DPRD sepakat untuk dilakukan penertiban terhadap alat tangkap ikan nelayan kapal bagan di Danau Singkarak. Meski demikian, harus ada solusi agar masyarakat nelayan tidak kehilangan mata pencarian.

“Penangkapan dengan menggunakan kapal bagan, dan lampu dikuatirkan mengganggu populasi ikan bilih sehingga mengancam kelestarian ikan endemik danau tersebut,” kata Irsyad Syafar.

Disebutkan Irsyad Syafar, DPRD setuju DKP bersama tim melakukan penertiban terhadap kapal bagan yang beroperasi di Danau Singkarak. Namun meminta penertiban dilakukan dengan pendekatan persuasif sehingga tidak menimbulkan gesekan.

Irsyad Syafar meminta agar DKP memprogramkan bantuan peralatan tangkap yang sesuai dengan aturan kepada nelayan kapal bagan tersebut. Dengan demikian, upaya pelestarian ikan bilih di Danau Singkarak dapat berjalan, namun mata pencarian masyarakat tidak diabaikan.

“Harus ada solusi untuk masyarakat nelayan kapal bagan, dengan memberikan bantuan peralatan tangkap yang sesuai dan ramah lingkungan. Upaya pelestarian ikan bilih dapat berjalan sementara mata pencarian masyarakat tetap harus diperhatikan,” ucapnya.

Dia melihat, upaya sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana penertiban sudah cukup, karena sudah berjalan dua tahun lebih. Untuk itu, Pergub yang sudah diterbitkan sudah bisa dijalankan secara maksimal. Disamping itu, nantinya, upaya pelestarian Danau Singkarak juga akan memiliki payung hukum berupa peraturan daerah (perda).

Senada dengan itu, anggota DPRD Sumbar asal Kabupaten Tanahdatar, Arkadius Datuak Intan Banno menambahkan, pelestarian Danau Singkarak termasuk ikan bilih sebagai spesies endemiknya harus dilakukan. Danau Singkarak memiliki potensi ekonomi besar di sektor pariwisata dan ikan bilih menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung.

“Danau Singkarak diakui sebagai danau terindah di dunia, jadi potensinya besar di sektor pariwisata termasuk ikan bilih sebagai spesies endemik di danau itu. Jangan sampai potensi ini terganggu dan ikan endemiknya punah, sehingga penertiban (kapal bagan) harus dilakukan,” kata Arkadius Datuak Intan Banno.

Meski demikian, dia mewanti-wanti pemerintah daerah agar jangan mengabaikan nasib masyarakat nelayan kapal bagan yag terkena penertiban. Untuk mereka harus ada solusi agar mata pencarian masyarakat tetap berjalan.

“Penangkapan ikan bilih boleh dilakukan tetapi tidak menggunakan kapal bagan dan jaring angkat. Hanya menggunakan peralatan tradisional dengan mata jaring lebih besar untuk melestarikan ikan bilih,” harapnya.

Dalam rapat dengar pendapat tersebut, Kepala DKP Sumatera Barat Yosmeri memaparkan, bahwa upaya penertiban tidak dilakukan dengan serta merta. Pergub yang menjadi dasar dilakukannya penertiban tersebut sudah diterbitkan dan disosialisasikan sejak dua tahun lalu.

“Pergub diterbitkan tahun 2016, sudah dilakukan sosialisasi sampai 2018. Kemudian di awal tahun 2019 dilakukan penertiban namun masyarakat meminta waktu tujuh bulan (hingga Juli 2019),” ungkap Yosmeri.

Penangkapan ikan bilih dengan kapal bagan menurut Yosmeri tidak saja mengancam populasi ikan namun juga mengganggu mata pencarian nelayan tradisional lain yang tidak menggunakan kapal bagan. Sebab, yang menjadikan ikan bilih sebagai sumber ekonomi tidak saja mereka yang menggunakan kapal bagan.

“Kalau nelayan kapal bagan hanya sekitar 300 orang, namun nelayan ikan bilih dengan peralatan tradisional ribuan orang. Belum lagi masyarakat yang mengolah,” terangnya.

Yosmeri menambahkan, dalam melakukan penangkapan, kapal bagan menggunakan jaring angkat dan lampu. Sementara nelayan tradisional hanya mengandalkan jaring sehingga hasil tangkapan lebih sedikit namun lebih ramah lingkungan.

Rencana penertiban lanjutan oleh tim DKP Provinsi Sumbar sebelumnya telah diadukan oleh nelayan kapal bagan di Danau Singkarak ke DPRD Sumatera Barat. Pekan lalu, perwakilan nelayan telah mendatangi DPRD Sumbar untuk mengadukan persoalan tersebut. (Syafri)

Pos terkait